Kota Jepara Wikipedia Bahasa Indonesia

Pekan Olahraga Kota Medan

Sejak tahun 2009, KONI Kota Medan dan pemerintah Kota Medan mengadakan Pekan Olahraga Kota (Porkot). Pembukaan dan penutupan Porkot dilaksanakan di Stadion Teladan.[43][44]

Porkot 2009 dilaksanakan tanggal 11-18 Agustus 2009 mempertandingkan 30 cabang olahraga.[43] Kecamatan Medan Helvetia menjuarai Porkot ini.[45][46]

Porkot 2010 dilaksanakan tanggal 11-18 Desember 2010 mempertandingkan 32 cabang olahraga.[47][48] Kecamatan Medan kota menjuarai porkot ini.[45]

Porkot 2011 dilaksanakan tanggal 15-22 Oktober 2011 mempertandingkan 33 cabang olahraga.[44] Kecamatan Medan Kota menjuarai Porkot ini dengan kecamatan Medan Helvetia berada di peringkat kedua dan kecamatan Medan Denai berada di peringkat ketiga.[49][50][51]

Wikimedia Commons memiliki media mengenai

Wikiwisata memiliki panduan wisata

6°35′31″S 110°40′16″E / 6.592071°S 110.671242°E / -6.592071; 110.671242

Jepara (bahasa Jawa: ꦗꦼꦥꦫ) (atau disebut juga Jepara Kota) adalah ibu kota Kabupaten Jepara yang sekaligus menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian dari Kabupaten Jepara. Jepara juga merupakan sebuah wilayah kecamatan yang terletak di Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia.[3]

Menurut C. Lekkerkerker, nama Jepara berasal dari kata Ujungpara. disebut ujungpara karena dahulu ada orang dari Majapahit yang sedang berjalan melewati daerah yang sekarang disebut Jepara, melihat nelayan yang sedang membagi-bagi ikan hasil tangkapannya "membagi" dalam bahasa jawa adalah "Para" (dibaca: Poro), maka pengembara tersebut menceritakan di kota tujuannya bahwa dia melewati Ujung Para karena dia melewati ujung pulau Jawa yang ada yang membagi ikan.

Kemudian berubah menjadi Ujung Mara, dan Jumpara, yang akhirnya berubah menjadi Japara pada tahun 1950an diubah menjadi Jepara hal itu dibuktikan adanya Persijap (Persatuan Sepak bola Japara). Kata Ujung dan Para sendiri berasal dari bahasa jawa, Ujung artinya bagian darat yang menjorok ke laut dan Para yang artinya menunjukkan arah, yang digabung menjadi suatu daerah yang menjorok ke laut.

Letak geografis memang menempatkan Jepara di semenanjung yang strategis dan mudah di jangkau oleh para pedagang. Para dari sumber yang lain diartikan Pepara, yang artinya bebakulan mrono mrene, yang kemudian diartikan sebuah ujung tempat bermukimnya para pedagang dari berbagai daerah. Orang Jawa menyebut menyebut nama Jepara menjadi Jeporo, dan orang Jawa yang menggunakan bahasa krama inggil menyebut Jepara menjadi Jepanten, dalam bahasa Inggris disebut Japara, Sedangkan orang Belanda menyebut Yapara atau Japare.

Kecamatan Jepara terbagi menjadi 4 desa dan 11 Kelurahan, yaitu:

Pada umumnya penduduk Jepara merupakan suku Jawa, dan beberapa suku lain dari Indonesia. Tahun 2021, jumlah penduduk kecamatan Jepara sebanyak 92.967 jiwa, dengan kepadatan 1.167 jiwa/km².[2] Kemudian, persentasi penduduk kecamatan Jepara berdasarkan agama yang dianut yakni Islam 97,03%, kemudian Kekristenan 2,93% dimana Protestan 2,41% dan Katolik 0,51%. Selebihnya buddha sebanyak 0,02% dan Hindu 0,02%.[4]

Meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi, umumnya sebagian besar masyarakat Kecamatan Jepara menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa Jawa Dialek Jeporonan.

Kecamatan Jepara memiliki beberapa taman, yaitu:

Masakan khas Jepara, adalah:

Kecamatan Jepara terdapat 1 Polindes, 1 Puskesmas dan 3 Rumah Sakit, yaitu:

Kecamatan Jepara terdapat beberapa Pasar, yaitu:

Wikimedia Commons memiliki media mengenai

Trus karya tataning bumi

Kabupaten Jepara (Indonesia)

Kabupaten Jepara (bahasa Jawa: Hanacaraka: ꦗꦼꦥꦫ, Pegon: جڤارا pengucapan bahasa Jawa: [d͡ʒəpɔrɔ]) adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Ibu kotanya berada di kecamatan Jepara. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di bagian Barat dan Utara, Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus di bagian Timur, serta Kabupaten Demak di bagian Selatan. Wilayah kabupaten Jepara juga meliputi Karimunjawa, yang berada di Laut Jawa.[6] Jumlah penduduk Jepara pada akhir tahun 2022 sebanyak 1.252.566 jiwa.[3]

Menurut sejarahwan Hindia Belanda Cornelis Lekkerkerker, nama Jepara berasal dari kata Ujungpara yang kemudian berubah menjadi kata Ujung Mara, Jumpara, dan akhirnya Jepara atau Japara. Kata Ujungpara berasal dari bahasa Jawa yang terdiri atas dua kata, yaitu Ujung dan Para. Kata Ujung berarti “bagian darat yang menjorok jauh ke laut”, sedangkan kata Para, berarti "menunjukkan arah”. Dengan demikian, kata Ujungpara berarti “suatu daerah yang letaknya menjorok jauh ke laut”. Dalam sumber lain, kata Para merupakan kependekan dari Pepara, yang artinya "bebakulan mrono mrene" (berdagang ke sana ke mari). Dengan artian ini, maka kata Ujungpara juga berarti "sebuah ujung tempat bermukimnya para pedagang dari berbagai daerah".[7]

Secara geografis Kabupaten Jepara terletak pada posisi 110°9'48,02" sampai 110°58'37,40" Bujur Timur dan 5°43'20,67" sampai 6°47'25,83" Lintang Selatan, sehingga merupakan daerah paling ujung sebelah utara dari Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Jepara terletak di Pantura Timur Jawa Tengah yang bagian barat dan utaranya dibatasi oleh laut. Bagian timur wilayah kabupaten ini merupakan daerah pegunungan. Luas wilayah daratan Kabupaten Jepara 1.004,132 km2 dengan panjang garis pantai 72 km. Wilayah tersempit adalah Kecamatan Kalinyamatan (24,179 km²) sedangkan wilayah terluas adalah Kecamatan Keling (231,758 km²).[8]

Wilayah Kabupaten Jepara juga meliputi Kepulauan Karimunjawa, yakni gugusan pulau-pulau di Laut Jawa. Dua pulau terbesarnya adalah Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan. Sebagian besar wilayah Karimunjawa dilindungi dalam Cagar Alam Laut Karimunjawa.

Batas wilayah administrasi Kabupaten Jepara meliputi:

Secara topografi, Kabupaten Jepara dapat dibagi dalam empat wilayah yaitu wilayah pantai di bagian pesisir Barat dan Utara, wilayah dataran rendah di bagian tengah dan Selatan, wilayah pegunungan di bagian Timur yang merupakan lereng Barat dari Gunung Muria dan wilayah perairan atau kepulauan di bagian utara merupakan serangkaian Kepulauan Karimunjawa.

Dengan kondisi topografi demikian, Kabupaten Jepara memiliki variasi ketinggian antara 0 m sampai dengan 1.301 mdpl (dari permukaan laut), daerah terendah adalah Kecamatan Kedung antara 0–2 mdpl yang merupakan dataran pantai, sedangkan daerah yang tertinggi adalah Kecamatan Keling antara 0-1.301 mdpl merupakan perbukitan. Variasi ketinggian tersebut menyebabkan Kabupaten Jepara terbagai dalam empat kemiringan lahan, yaitu datar 41.327,060 Ha, bergelombang 37.689,917 Ha, curam 10.776 Ha, dan sangat curam 10.620,212 Ha.[8]

Daratan utama Kabupaten Jepara berdasarkan sistem hidrologi merupakan kawasan yang berada pada lereng Gunung Muria bagian barat yang mengalir sungai-sungai besar yang memiliki beberapa anak sungai. Sungai-sungai besar tersebut antara lain Sungai Gelis, Keling, Jarakan, Jinggotan, Banjaran, Mlonggo, Gung, Wiso, Pecangaan, Bakalan, Mayong, dan Tunggul. Berdasarkan karakteristik topografi wilayah, aliran sungai relatif dari daerah hulu di bagian timur (Gunung Muria) ke arah barat (barat daya, barat, dan barat laut) yaitu daerah hilir (laut Jawa).[8]

Daratan utama Kabupaten Jepara memiliki beberapa jenis tanah, yang dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis tanah berikut Andosol coklat, terdapat diperbukitan bagian utara dan puncak Gunung Muria seluas 3.525,469 Ha, Regosol terdapat dibagian utara seluas 2.700,857 Ha, Alluvial terdapat di sepanjang pantai utara seluas 9.126,433 Ha, Asosiasi Mediterian terdapat di pantai barat seluas 19.400,458 Ha, dan Latosol yang merupakan jenis tanah paling dominan di Kabupaten Jepara terdapat di perbukitan Gunung Muria seluas 65.659,972 Ha.[8]

Suhu udara di wilayah Jepara bervariasi antara 21°–34 °C dengan kelembapan nisbi sebesar ±81%. Iklim di wilayah Jepara adalah iklim tropis dengan tipe muson tropis (Am) yang memiliki dua musim yang dipengaruhi oleh pergerakan angin muson, yakni musim penghujan dan musim kemarau. Musim kemarau di wilayah Jepara berlangsung saat angin muson timur–tenggara yang bersifat kering dan dingin bertiup, yakni pada periode Mei–Oktober dengan bulan terkering adalah Agustus yang curah hujan bulanannya kurang dari 25 mm per bulan. Sementara itu, musim penghujan di Jepara berlangsung ketika periode bertiupnya angin muson barat daya–barat laut yang bersifat basah dan lembap, angin muson ini berlangsung pada periode November–April dengan bulan terbasah adalah Januari yang curah hujan bulanannya lebih dari 500 mm per bulan. Curah hujan tahunan di wilayah Jepara berkisar antara 2.200–2.800 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 100–150 hari hujan per tahun.

Asal nama Jepara berasal dari perkataan Ujung Para, Ujung Mara, dan Jumpara yang kemudian menjadi Jepara, yang berarti sebuah tempat permukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah. Menurut buku “Sejarah Baru Dinasti Tang (618–906 M)” mencatat bahwa pada tahun 674 M seorang musafir Tionghoa bernama I-Tsing pernah mengunjungi negeri Holing atau Kaling atau Kalingga yang juga disebut Jawa atau Japa dan diyakini berlokasi di Keling, kawasan timur Jepara sekarang ini, serta dipimpin oleh seorang raja wanita bernama Ratu Shima yang dikenal sangat tegas.

Menurut seorang penulis Portugis bernama Tomé Pires dalam bukunya “Suma Oriental”, Jepara baru dikenal pada abad ke-XV (1470 M) sebagai bandar perdagangan yang kecil yang baru dihuni oleh 90–100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur dan berada di bawah pemerintahan Demak. Kemudian Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus (1507–1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara menjadi kota niaga.

Pati Unus dikenal sangat gigih melawan penjajahan Portugis di Malaka yang menjadi mata rantai perdagangan nusantara. Setelah Pati Unus wafat digantikan oleh ipar Faletehan /Fatahillah yang berkuasa (1521–1536). Kemudian pada tahun 1536 oleh penguasa Demak yaitu Sultan Trenggono, Jepara diserahkan kepada anak dan menantunya yaitu Ratu Retno Kencono dan Pangeran Hadirin, suaminya. Namun setelah tewasnya Sultan Trenggono dalam Ekspedisi Militer di Panarukan Jawa Timur pada tahun 1546, timbulnya geger perebutan takhta kerajaan Demak yang berakhir dengan tewasnya Pangeran Hadiri oleh Aryo Penangsang pada tahun 1549.

Kematian orang-orang yang dikasihi membuat Ratu Retno Kencono sangat berduka dan meninggalkan kehidupan istana untuk bertapa di Bukit Danaraja. Setelah terbunuhnya Aryo Penangsang oleh Sutowijoyo, Ratu Retno Kencono bersedia turun dari pertapaan dan dilantik menjadi penguasa Jepara dengan gelar Nimas Ratu Kalinyamat.

Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat (1549–1579), Jepara berkembang pesat menjadi Bandar Niaga utama di Pulau Jawa, yang melayani ekspor-impor. Di samping itu juga menjadi Pangkalan Angkatan Laut yang telah dirintis sejak masa Kerajaan Demak.

Sebagai seorang penguasa Jepara, yang gemah ripah loh jinawi karena keberadaan Jepara kala itu sebagai Bandar Niaga yang ramai, Ratu Kalinyamat dikenal mempunyai jiwa patriotisme anti penjajahan. Hal ini dibuktikan dengan pengiriman armada perangnya ke Malaka guna menggempur Portugis pada tahun 1551 dan tahun 1574. Adalah tidak berlebihan jika orang Portugis saat itu menyebut sang Ratu sebagai Rainha de Jepara Senora de Rica, yang artinya Raja Jepara seorang wanita yang sangat berkuasa dan kaya raya.

Serangan sang Ratu yang gagah berani ini melibatkan hampir 40 buah kapal yang berisikan lebih kurang 5.000 orang prajurit. Namun, serangan ini gagal, ketika prajurit Kalinyamat ini melakukan serangan darat dalam upaya mengepung benteng pertahanan Portugis di Malaka, tentara Portugis dengan persenjataan lengkap berhasil mematahkan kepungan tentara Kalinyamat.

Namun semangat Patriotisme sang Ratu tidak pernah luntur dan gentar menghadapi penjajah bangsa Portugis, yang pada abad 16 itu sedang dalam puncak kejayaan dan diakui sebagai bangsa pemberani di Dunia.

Dua puluh empat tahun kemudian atau tepatnya Oktober 1574, sang Ratu Kalinyamat mengirimkan armada militernya yang lebih besar di Malaka. Ekspedisi militer kedua ini melibatkan 300 buah kapal di antaranya 80 buah kapal jung besar berawak 15.000 orang prajurit pilihan. Pengiriman armada militer kedua ini di pimpin oleh panglima terpenting dalam kerajaan yang disebut orang Portugis sebagai Quilimo.

Walaupun demikian, akhirnya perang kedua ini yang berlangsung berbulan-bulan tentara Kalinyamat juga tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Namun, hal tersebut telah membuat Portugis takut dan jera berhadapan dengan Raja Jepara ini, terbukti dengan bebasnya Pulau Jawa dari Penjajahan Portugis pada abad 16 itu.

Sebagai peninggalan sejarah dari perang besar antara Jepara dan Portugis, sampai sekarang masih terdapat di Malaka komplek kuburan yang disebut sebagai Makam Tentara Jawa. Selain itu, tokoh Ratu Kalinyamat ini juga sangat berjasa dalam membudayakan seni ukir yang sekarang ini jadi andalan utama ekonomi Jepara yaitu perpaduan seni ukir Majapahit dengan seni ukir Patih Badarduwung yang berasal dari Negeri Cina.

Menurut catatan sejarah, Ratu Kalinyamat wafat pada tahun 1579 dan dimakamkan di Desa Mantingan Jepara, di sebelah makam suaminya Pangeran Hadirin. Mengacu pada semua aspek positif yang telah dibuktikan oleh Ratu Kalinyamat sehingga Jepara menjadi negeri yang makmur, kuat, dan mashur maka penetapan Hari Jadi Jepara yang mengambil waktu dia dinobatkan sebagai penguasa Jepara atau yang bertepatan dengan tanggal 10 April 1549 ini telah ditandai dengan Candra Sengkala Trus Karya Tataning Bumi atau terus bekerja keras membangun daerah.

Untuk Tahun 2010 ini, Jepara telah mendapatkan sertifikasi Indikasi Geografis terhadap produk ukirnya yang sangat khas.[11]

di Jepara terdapat beberapa Kerajaan pada masanya, yaitu:

Bupati yang menjabat di kabupaten Jepara saat ini ialah Edy Supriyanta, yang bertugas sebagai penjabat bupati. Sebelumnya, posisi bupati Jepara dijabat oleh Ahmad Marzuqi sebagai pemenang dalam Pemilihan umum Bupati Jepara 2017, bersama wakil bupati terpilih, Dian Kristiandi. Bagi Ahmad, jabatan tersebut merupakan jabatan periode kedua sebagai bupati Jepara. Namun pada 13 Mei 2019, Ahmad Marzuqi ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas kasus suap Hakim Pengadilan Negeri Semarang dan divonis tiga tahun penjara pada 2019.[12] Pelaksana tugas bupati kemudian dijabat oleh Dian Kristiandi. Setelah menjabat selama kurang lebih setahun, ia dilantik sebagi bupati Jepara, pada 2 Juni 2020.[13] Selanjutnya, setelah masa tugas Dian sebagai bupati berakhir, jabatan bupati sebagai penjabat bupati diserahkan kepada Edy Supriyanta, sejak 22 Mei 2022. Edy sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah.[14]

Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Jepara dalam empat periode terakhir.

Jepara Ourland Park "J.O.P" (sebelumnya bernama Jepara Ocean Park) disebut juga Jateng Park 1 adalah taman wisata terpadu satu-satunya di Jawa Tengah[4] yang termegah, di atas lahan 11Ha[5] pinggir Pantai Mororejo Jepara dengan konsep Timur Tengah-Eropa-India. Siapapun yang berkunjung di Jepara Ourland park akan merasakan sensasi yang tidak ada duanya dimanapun. "Sport, Education, Entertaiment, Relaxation, Game" terdapat[6] di Jepara Ourland Park.

Jepara Ourland Park memiliki aksesbilitas yang mudah, berada di Pantai Mororejo RT 4 RW 2 Desa Mororejo Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara. Berjarak 2 km dari Pantai Tirto Samodra (Pantai Bandengan). Waktu tempuh untuk menuju Jepara Ourland Park sekitar 15 menit dari pusat kota Jepara.

Meskipun Jepara Ourland Park berada di pesisir kawasan pantai Mororejo tidak membuat suasana disana gersang. Sebab di setiap sudut arena wisata memiliki taman dan pepohonan hijau yang membuat suasana sejuk dan rindang. Ada yang unik dengan bangunan wahana wisata air ini, yaitu menyerupai kubah masjid berwarna-warni. Jika yang belum tahu pasti kubah cantik yang terlihat dari jauh itu adalah kubah masjid yang megah.

Jepara Ourland Park terdapat beberapa wahana, yaitu:

wahana waterpark di Jepara Ourland Park, yaitu:

wahana watersport di Jepara Ourland Park, yaitu:

wahana outbond di Jepara Ourland Park, yaitu:

wahana fantasi di Jepara Ourland Park, yaitu:

Jepara Ourland Park menyediakan beberapa kendaraan untuk berkeliling, yaitu:

Jepara Ourland Park terdapat pujasera atau food court, yaitu:

Jepara Ourland Park terdapat aula, yaitu:

Jepara Ourland Park terdapat beberapa fasilitas, yaitu:

Blingoh adalah desa di kecamatan Donorojo, Jepara, Jawa Tengah, Indonesia.

Desa Blingoh terletak 45 km di sebelah Utara Kota Jepara. Desa Blingoh terdapat di antara perbatasan Kecamatan Donorojo dengan Kecamatan Keling. Di sebelah utara berbatasan langsung dengan Desa Tulakan, Desa Ujungwatu, Desa Banyumanis, dan Desa Clering. Sebelah selatan Berbatasan dengan Desa Kelet. Pada sebelah timur berbatasan dengan Desa Jugo, dan Desa Ujungwatu. Sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Kelet.

Desa Blingoh terdiri dari beberapa dukuh, yaitu:

Desa Blingoh terdiri dari beberapa RT dan RW, yaitu:

Desa Blingoh terdapat beberapa tempat wisata, yaitu:

Struktur pemerintah desa Blingoh periode 2008-2013:

Kepala Desa Blingoh memiliki perencanaan untuk mengembangkan tempat wisata supaya ekonomi warga desa Blingoh ikut meningkat, rencana tersebut yaitu:

Sedang dicari investor untuk berinvestasi bersama pemilik tanah dan petinggi desa Blingoh, Donorejo, Jepara. Minat dapat datang langsung atau hubungi: 085641405360 ( Ilham ) Wisata tiban memesona dan sedang booming di Jepara menarik minat wisatawan dari banyak lokasi, dari Jepara dan sekitarnya eks karisidenan Pati bahkan dari luar kota. Diliput berbagai media cetak, online, maupun televisi.

Warga Desa Blingoh mayoritas beragama Islam, Penduduk Desa Blingoh 90% beragama Islam, 5% beragama Budha, dan 5% beragam Kristen.

Penduduk Desa Blingoh 90% berasal dari Suku Jawa, dan 10% keturunan Portugis.

Meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi, umumnya sebagian besar masyarakat Donorojo menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa Jawa Dialek Jeporonan.

Desa Blingoh terdapat beberapa sekolahan pendidikan formal dan non formal, yaitu:

Pendidikan Non Formal

Desa Blingoh tidak memiliki klub sepak bola yang berlaga diajang Liga Jepara.

Ukiran Jepara atau seni ukir Jepara adalah seni ukir khas yang berasal dari Jepara. Jepara yang terkenal dengan sebutan Kota Ukir, kini berubah menjadi Kota Ukir Dunia. Setelah meningkatkan citra Jepara “The World Carving Center”, karena produk-produk ukir Jepara sudah sangat terkenal dan sangat banyak penyuka seni ukiran Jepara dari berbagai negara. AS Merupakan Negara Tujuan Ekspor Terbesar Jepara. Negara tujuan ekspor mebel Ukiran Jepara tahun 2015 juga mengalami kenaikan menjadi 113[1] negara dengan jumlah eksportir sebanyak 296 pengekspor, sedangkan tahun 2014 nilai ekspornya hanya 114,78 juta dolar AS dengan 223 pengekspor untuk negara tujuan 106 negara.

Konon ada sebuah cerita unik yang menjadi kisah sejarah asal mula munculnya seni ukir di Jepara. Cerita ini menjadi sebuah dongeng sebelum tidur saya ketika masih kecil dulu. Bapak saya sering menceritakannya, berulang-ulang, dan saya tidak pernah bosan mendengarnya.

Begini ceritanya. Pada zaman dahulu kala ada seorang pengukir dan pelukis dari Kerajaan Majapahit, Jawa Timur. Waktu itu masa pemerintahan raja Brawijaya. Pengukir itu bernama Prabangkara disebut juga Joko Sungging. Lukisan dan ukiran Prabangkara sudah sangat terkenal di seluruh negeri.

Suatu ketika Raja Brawijaya ingin memiliki lukisan istrinya dalam keadaan telanjang tanpa busana sebagai wujud rasa cinta sang raja. OIeh karena itu, Prabangkara dipanggil untuk mewujudkan keinginan sang Raja. Hal ini tentu merupakan hal yang sulit bagi Prabangkara, Karena meskipun mengenal wajah sang istri raja, tapi dia tidak pernah meilhat istri raja tanpa busana. Dengan usaha keras dan imajinasinya, akhirnya Prabangkara berhasil mengerjakan lukisan tersebut. Ketika Prabangkara sedang istirahat, tiba-tiba saja ada seekor cecak buang tinja dan mengenai lukisan permaisuri tersebut. Kotoran cecak tersebut mengering dan menjadi bentuk seperti tahi lalat. Raja tentu sangat gembira dengan hasil karya Prabangkara tersebut. Sebuah lukisan yang sempurna, persis seperti aslinya. Sang raja mengamati lukisan tersebut dengan teliti. Begitu dia melihat tahi lalat, raja murka. Dia menuduh Prabangkara melihat langsung permaisuri tanpa busana. Karena lokasi tahi lalat persis seperti kenyataan.

Raja Brawijaya pun cemburu dan menghukum pelukis Prabangkara dengan mengikatnya di layang-layang, kemudian menerbangkannya. Layang-layang itu terbang hingga ke Belakang Gunung di Jepara dan mendarat di Belakang Gunung itu. Belakang Gunung itu kini bernama Mulyoharjo di Jepara. Kemudian Prabangkara mengajarkan ilmu mengukir kepada warga Jepara pada waktu itu dan kemahiran ukir warga Jepara bertahan dan lestari hingga sekarang.

Menurut sejarah mengapa masyarakat Jepara mempunyai keahlian di pahat ukir[2] kayu adalah konon pada zaman dulu kala ada seorang seniman hebat yang bernama Ki Sungging Adi Luwih. Dia tinggal di kerajaan. Kepiawaian Ki Sungging ini terkenal dan sang raja pun akhirnya mengetahuinya. Singkat cerita raja bermaksud memesan gambar untuk permaisurinya kepada Ki Sungging. Ki Sungging bisa menyelesaikan gambarnya dengan baik namun pada saat Ki Sungging hendak menambahkan cat hitam pada rambutnya, ada cat yang tercecer di gambar permaisuri tersebut bagian paha sehingga tampak seperti tahilalat.Kemudian diserahkan kepada raja dan raja sangat kagum dengan hasil karyanya.Namun takdir berkata lain sang raja curiga kepada Ki Sungging difikir Ki Sungging pernah melihat permaisuri telanjang karena adanya gambar tahi lalat pada pahanya. Akhirnya raja menghukum Ki sungging dengan membawa alat pahat disuruh membuat patung permaisuri di udara dengan naik layang-layang. Ukiran patung permaisuri sudah setengah selesai tapi tiba-tiba datang angin kencang dan patung jatuh dan terbawa sampai Bali. Itulah sebabnya mengapa masyarakat Bali juga terkenal sebagai ahli membuat patung. Dan untuk alat pahat yang dipakai oleh ki Sungging jatuh di belakang gunung dan ditempat jatuhnya pahat inilah yang sekarang diakui sebagai Jepara tempat berkembangnya ukiran.

Pada masa Kerajaan Kalinyamat arsitektur Jepara mengalami kemajuan terutama dalam bidang ukir-ukiran. Tepatnya ketika Tjie Bin Thang (Toyib) dan ayah angkatnya yaitu Tjie Hwio Gwan pindah ke Jawa (Jepara), Ketika Tjie Bin Thang (Toyib) menjadi raja di sebuah Kerajaan Kalinyamat, di mana Toyib menjadi raja bergelar Sultan Hadlirin dan Tjie Hwio Gwan menjadi patih bergelar Sungging Badar Duwung. Arti dari gelar Sungging Badar Duwung yaitu (sungging "memahat", badar "batu", duwung "tajam"). Nama sungging diberikan karena Badar Duwung adalah seorang ahli pahat dan seni ukir.

Tjie Hwio Gwan adalah yang membuat hiasan ukiran di dinding Masjid Astana Mantingan. Ialah yang mengajarkan keahlian seni ukir kepada penduduk di Jepara. Di tengah kesibukannya sebagai mangkubumi Kerajaan Kalinyamat (Jepara), Patih Sungging Badar Duwung masih sering mengukir di atas batu yang khusus didatangkan dari negeri Tiongkok. Karena batu-batu dari Tiongkok kurang mencukupi kebutuhan, maka penduduk Jepara memahat ukiran pada batu putih dan kayu. Tjie Hwio Gwan mengajarkan seni ukir kepada penduduk Jepara, sehingga arsitektur rumah di Jepara dihiasi ornamen-ornamen ukir karena warga Jepara yang trampil dalam seni ukir, bahkan kini produk furniture kayu ukiran Jepara dikenal keseluruh dunia.

Bukti otentik ukiran Jepara berupa artefak peninggalan zaman Ratu Kalinyamat di Masjid Mantingan. Ukiran Jepara sudah ada jejaknya pada masa Pemerintahan Ratu Kalinyamat (1521–1546) pada 1549. Sang Ratu mempunyai anak perempuan bernama Retno Kencono yang besar peranannya bagi perkembangan seni ukir. Di kerajaan, ada mentri bernama Sungging Badarduwung, yang datang dari Campa (Cambodia) dan dia adalah seorang pengukir yang baik. Ratu membangun Masjid Mantingan dan Makam Jirat (makam untuk suaminya) dan meminta kepada Sungging untuk memperindah bangunan itu dengan ukiran. Sampai sekarang, ukiran itu bisa disaksikan di Masjid dan Makam Sultan Hadlirin. Terdapat 114 relief pada batu putih. Pada waktu itu, Sungging memenuhi permintaan Ratu Kalinyamat.

Keberadaan sentra-sentra ukir Jepara mempermudah pembeli mencari barang serta produksi semakin efisien. Mulai dari sentra relief, patung, gebyok, almari, dan lain-lainnya. Pemkab Jepara memusatkan ukiran Jepara, yaitu:

Kebanyakan masyarakat Desa Mulyoharjo merupakan pengukir dan pemahat patung kayu, Oleh karena itu kini desa Mulyoharjo menjadi Sentra Kerajinan Ukir Patung. Jenis seni patung yang terkenal dan legendaris dari Mulyoharjo adalah patung Macan Kurung. Mantan presiden Susilo Bambang Yudoyono juga pernah sengaja berkunjung ke Desa Mulyoharjo untuk membeli produk kerajinan dari Desa Mulyoharjo.

Desa Senenan merupakan sentra pengrajin seni ukir relief. Ada rasa kagum dan takjub ketika pertama kali melihat seni yang satu ini. Bagaimana tidak daribsebuah papan kayu utuh kemudian dipahat sedemikian rupa hingga berubah wujud menjadi gambar tiga dimensi yang benar-nenar hidup. desainnya pun kini semakin berkembang,tidak hanya gambar pemandangan saja ketika pertama kali kerajinan imi ada namun berkembang denga desain dimensi yang lain.

Mayoritas masyarakat Desa Petekeyan bergelut dibidang Industri Kerajinan Ukir Meubel Minimalis. Oleh karena itu kini desa Petekeyan menjadi Sentra Kerajinan Meubel Minimalis Hasil dari Industri masyarakat Desa Petekeyan dipasarkan secara langsung di ruang pamer milik pengrajin. Selain dipasarkan secara offline, hasil masyarakat juga dipasarkan secara online oleh pengusaha furniture Desa Petekeyan. Nama website yang memasarkan produk masyarakat adalah Petekeyan Kampoeng Sembada Ukir.

Gebyok Ukir Jepara sangat cocok untuk di jadikan pintu rumah ataupun pintu masjid sehingga semakin membuat rumah anda semakin menarik dan unik. Desa Blimbingrejo sudah menjadi Sentra Ukir Gebyok sejak tahun 1980-an hingga sekarang. Saat ini di desa tersebut sudah ada 90 orang pengrajin, dengan jumlah total pekerja mencapai lebih dari 300 orang. Karena dari setiap pengrajin besar bisa memperkerjakan 6-14 orang, sedangkan untuk pengrajin kecil biasanya memperkerjakan sebanyak 2-3 karyawan saja.

Warga Desa Bulungan mayoritas bekerja sebagai pembuat produk mebel ukir terutama berbentuk almari. almari produksi Desa Bulungan yang selama ini sudah diminati berbagai kalangan baik di Pulau Jawa dan luar Jawa. sektor mebel khususnya almari mampu menyerap banyak tenaga kerja, mulai dari pengusaha kayu, perajin, showroom, jasa angkutan dan lain sebagainya. Nilai transaksi yang dihasilkan dari sektor ini juga mencapai ratusan juta rupiah tiap bulannya. Selama ini pemasaran almari Bulungan tidak hanya di kota-kota besar di Pulau Jawa.saja, tetapi juga merambah kawasan luar Pulau Jawa seperti Sumatra, Kalimantan, Aceh dan lain sebagainya.

Genteng Ukir Jepara adalah genteng dengan bentuk ukir-ukiran Jepara, genteng tersebut yang banyak di produksi di Mayong, yaitu Genteng Makuta, Genteng Gatotkaca, Genteng Krepyak.

Motif atau ragam hias khas Jepara merupakan expresi daripada bentuk-bentuk tanaman yang menjalar. Tiap ujung relungnya menjumbai daun-daun krawing yang sangat dinamis. Biasanya di tengah jumbai terdapat buah-buah kecil-kecil yang berbentuk lingkaran. Ciri ragam hias ini dapat dilihat dengan adanya berjenis-jenis Burung Merak. Tangkai relungnya panjang-panjang melingkari disana-sini membentuk cabang kecil, berfungsi sebagai mengisi ruang / pemanis. Pelaksanaan penampang berbentuk segitiga, daun-daun trubusan keluar bebas pada setiap tangkai relung. Motif atau ragam hias Jepara terdiri dari:

Ukiran Jepara atau seni ukir Jepara adalah seni ukir khas yang berasal dari Jepara. Jepara yang terkenal dengan sebutan Kota Ukir, kini berubah menjadi Kota Ukir Dunia. Setelah meningkatkan citra Jepara “The World Carving Center”, karena produk-produk ukir Jepara sudah sangat terkenal dan sangat banyak penyuka seni ukiran Jepara dari berbagai negara. AS Merupakan Negara Tujuan Ekspor Terbesar Jepara. Negara tujuan ekspor mebel Ukiran Jepara tahun 2015 juga mengalami kenaikan menjadi 113[1] negara dengan jumlah eksportir sebanyak 296 pengekspor, sedangkan tahun 2014 nilai ekspornya hanya 114,78 juta dolar AS dengan 223 pengekspor untuk negara tujuan 106 negara.

Konon ada sebuah cerita unik yang menjadi kisah sejarah asal mula munculnya seni ukir di Jepara. Cerita ini menjadi sebuah dongeng sebelum tidur saya ketika masih kecil dulu. Bapak saya sering menceritakannya, berulang-ulang, dan saya tidak pernah bosan mendengarnya.

Begini ceritanya. Pada zaman dahulu kala ada seorang pengukir dan pelukis dari Kerajaan Majapahit, Jawa Timur. Waktu itu masa pemerintahan raja Brawijaya. Pengukir itu bernama Prabangkara disebut juga Joko Sungging. Lukisan dan ukiran Prabangkara sudah sangat terkenal di seluruh negeri.

Suatu ketika Raja Brawijaya ingin memiliki lukisan istrinya dalam keadaan telanjang tanpa busana sebagai wujud rasa cinta sang raja. OIeh karena itu, Prabangkara dipanggil untuk mewujudkan keinginan sang Raja. Hal ini tentu merupakan hal yang sulit bagi Prabangkara, Karena meskipun mengenal wajah sang istri raja, tapi dia tidak pernah meilhat istri raja tanpa busana. Dengan usaha keras dan imajinasinya, akhirnya Prabangkara berhasil mengerjakan lukisan tersebut. Ketika Prabangkara sedang istirahat, tiba-tiba saja ada seekor cecak buang tinja dan mengenai lukisan permaisuri tersebut. Kotoran cecak tersebut mengering dan menjadi bentuk seperti tahi lalat. Raja tentu sangat gembira dengan hasil karya Prabangkara tersebut. Sebuah lukisan yang sempurna, persis seperti aslinya. Sang raja mengamati lukisan tersebut dengan teliti. Begitu dia melihat tahi lalat, raja murka. Dia menuduh Prabangkara melihat langsung permaisuri tanpa busana. Karena lokasi tahi lalat persis seperti kenyataan.

Raja Brawijaya pun cemburu dan menghukum pelukis Prabangkara dengan mengikatnya di layang-layang, kemudian menerbangkannya. Layang-layang itu terbang hingga ke Belakang Gunung di Jepara dan mendarat di Belakang Gunung itu. Belakang Gunung itu kini bernama Mulyoharjo di Jepara. Kemudian Prabangkara mengajarkan ilmu mengukir kepada warga Jepara pada waktu itu dan kemahiran ukir warga Jepara bertahan dan lestari hingga sekarang.

Menurut sejarah mengapa masyarakat Jepara mempunyai keahlian di pahat ukir[2] kayu adalah konon pada zaman dulu kala ada seorang seniman hebat yang bernama Ki Sungging Adi Luwih. Dia tinggal di kerajaan. Kepiawaian Ki Sungging ini terkenal dan sang raja pun akhirnya mengetahuinya. Singkat cerita raja bermaksud memesan gambar untuk permaisurinya kepada Ki Sungging. Ki Sungging bisa menyelesaikan gambarnya dengan baik namun pada saat Ki Sungging hendak menambahkan cat hitam pada rambutnya, ada cat yang tercecer di gambar permaisuri tersebut bagian paha sehingga tampak seperti tahilalat.Kemudian diserahkan kepada raja dan raja sangat kagum dengan hasil karyanya.Namun takdir berkata lain sang raja curiga kepada Ki Sungging difikir Ki Sungging pernah melihat permaisuri telanjang karena adanya gambar tahi lalat pada pahanya. Akhirnya raja menghukum Ki sungging dengan membawa alat pahat disuruh membuat patung permaisuri di udara dengan naik layang-layang. Ukiran patung permaisuri sudah setengah selesai tapi tiba-tiba datang angin kencang dan patung jatuh dan terbawa sampai Bali. Itulah sebabnya mengapa masyarakat Bali juga terkenal sebagai ahli membuat patung. Dan untuk alat pahat yang dipakai oleh ki Sungging jatuh di belakang gunung dan ditempat jatuhnya pahat inilah yang sekarang diakui sebagai Jepara tempat berkembangnya ukiran.

Pada masa Kerajaan Kalinyamat arsitektur Jepara mengalami kemajuan terutama dalam bidang ukir-ukiran. Tepatnya ketika Tjie Bin Thang (Toyib) dan ayah angkatnya yaitu Tjie Hwio Gwan pindah ke Jawa (Jepara), Ketika Tjie Bin Thang (Toyib) menjadi raja di sebuah Kerajaan Kalinyamat, di mana Toyib menjadi raja bergelar Sultan Hadlirin dan Tjie Hwio Gwan menjadi patih bergelar Sungging Badar Duwung. Arti dari gelar Sungging Badar Duwung yaitu (sungging "memahat", badar "batu", duwung "tajam"). Nama sungging diberikan karena Badar Duwung adalah seorang ahli pahat dan seni ukir.

Tjie Hwio Gwan adalah yang membuat hiasan ukiran di dinding Masjid Astana Mantingan. Ialah yang mengajarkan keahlian seni ukir kepada penduduk di Jepara. Di tengah kesibukannya sebagai mangkubumi Kerajaan Kalinyamat (Jepara), Patih Sungging Badar Duwung masih sering mengukir di atas batu yang khusus didatangkan dari negeri Tiongkok. Karena batu-batu dari Tiongkok kurang mencukupi kebutuhan, maka penduduk Jepara memahat ukiran pada batu putih dan kayu. Tjie Hwio Gwan mengajarkan seni ukir kepada penduduk Jepara, sehingga arsitektur rumah di Jepara dihiasi ornamen-ornamen ukir karena warga Jepara yang trampil dalam seni ukir, bahkan kini produk furniture kayu ukiran Jepara dikenal keseluruh dunia.

Bukti otentik ukiran Jepara berupa artefak peninggalan zaman Ratu Kalinyamat di Masjid Mantingan. Ukiran Jepara sudah ada jejaknya pada masa Pemerintahan Ratu Kalinyamat (1521–1546) pada 1549. Sang Ratu mempunyai anak perempuan bernama Retno Kencono yang besar peranannya bagi perkembangan seni ukir. Di kerajaan, ada mentri bernama Sungging Badarduwung, yang datang dari Campa (Cambodia) dan dia adalah seorang pengukir yang baik. Ratu membangun Masjid Mantingan dan Makam Jirat (makam untuk suaminya) dan meminta kepada Sungging untuk memperindah bangunan itu dengan ukiran. Sampai sekarang, ukiran itu bisa disaksikan di Masjid dan Makam Sultan Hadlirin. Terdapat 114 relief pada batu putih. Pada waktu itu, Sungging memenuhi permintaan Ratu Kalinyamat.

Keberadaan sentra-sentra ukir Jepara mempermudah pembeli mencari barang serta produksi semakin efisien. Mulai dari sentra relief, patung, gebyok, almari, dan lain-lainnya. Pemkab Jepara memusatkan ukiran Jepara, yaitu:

Kebanyakan masyarakat Desa Mulyoharjo merupakan pengukir dan pemahat patung kayu, Oleh karena itu kini desa Mulyoharjo menjadi Sentra Kerajinan Ukir Patung. Jenis seni patung yang terkenal dan legendaris dari Mulyoharjo adalah patung Macan Kurung. Mantan presiden Susilo Bambang Yudoyono juga pernah sengaja berkunjung ke Desa Mulyoharjo untuk membeli produk kerajinan dari Desa Mulyoharjo.

Desa Senenan merupakan sentra pengrajin seni ukir relief. Ada rasa kagum dan takjub ketika pertama kali melihat seni yang satu ini. Bagaimana tidak daribsebuah papan kayu utuh kemudian dipahat sedemikian rupa hingga berubah wujud menjadi gambar tiga dimensi yang benar-nenar hidup. desainnya pun kini semakin berkembang,tidak hanya gambar pemandangan saja ketika pertama kali kerajinan imi ada namun berkembang denga desain dimensi yang lain.

Mayoritas masyarakat Desa Petekeyan bergelut dibidang Industri Kerajinan Ukir Meubel Minimalis. Oleh karena itu kini desa Petekeyan menjadi Sentra Kerajinan Meubel Minimalis Hasil dari Industri masyarakat Desa Petekeyan dipasarkan secara langsung di ruang pamer milik pengrajin. Selain dipasarkan secara offline, hasil masyarakat juga dipasarkan secara online oleh pengusaha furniture Desa Petekeyan. Nama website yang memasarkan produk masyarakat adalah Petekeyan Kampoeng Sembada Ukir.

Gebyok Ukir Jepara sangat cocok untuk di jadikan pintu rumah ataupun pintu masjid sehingga semakin membuat rumah anda semakin menarik dan unik. Desa Blimbingrejo sudah menjadi Sentra Ukir Gebyok sejak tahun 1980-an hingga sekarang. Saat ini di desa tersebut sudah ada 90 orang pengrajin, dengan jumlah total pekerja mencapai lebih dari 300 orang. Karena dari setiap pengrajin besar bisa memperkerjakan 6-14 orang, sedangkan untuk pengrajin kecil biasanya memperkerjakan sebanyak 2-3 karyawan saja.

Warga Desa Bulungan mayoritas bekerja sebagai pembuat produk mebel ukir terutama berbentuk almari. almari produksi Desa Bulungan yang selama ini sudah diminati berbagai kalangan baik di Pulau Jawa dan luar Jawa. sektor mebel khususnya almari mampu menyerap banyak tenaga kerja, mulai dari pengusaha kayu, perajin, showroom, jasa angkutan dan lain sebagainya. Nilai transaksi yang dihasilkan dari sektor ini juga mencapai ratusan juta rupiah tiap bulannya. Selama ini pemasaran almari Bulungan tidak hanya di kota-kota besar di Pulau Jawa.saja, tetapi juga merambah kawasan luar Pulau Jawa seperti Sumatra, Kalimantan, Aceh dan lain sebagainya.

Genteng Ukir Jepara adalah genteng dengan bentuk ukir-ukiran Jepara, genteng tersebut yang banyak di produksi di Mayong, yaitu Genteng Makuta, Genteng Gatotkaca, Genteng Krepyak.

Motif atau ragam hias khas Jepara merupakan expresi daripada bentuk-bentuk tanaman yang menjalar. Tiap ujung relungnya menjumbai daun-daun krawing yang sangat dinamis. Biasanya di tengah jumbai terdapat buah-buah kecil-kecil yang berbentuk lingkaran. Ciri ragam hias ini dapat dilihat dengan adanya berjenis-jenis Burung Merak. Tangkai relungnya panjang-panjang melingkari disana-sini membentuk cabang kecil, berfungsi sebagai mengisi ruang / pemanis. Pelaksanaan penampang berbentuk segitiga, daun-daun trubusan keluar bebas pada setiap tangkai relung. Motif atau ragam hias Jepara terdiri dari:

Tulakan adalah Desa di Kecamatan Donorojo, Jepara, Jawa Tengah, Indonesia.

Sebelah utara berbatasan langsung dengan Desa Banyumanis, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kelet dan Desa Jlegong, pada sebelah timur berbatasan dengan Desa Blingoh, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Bandungharjo dan Bumiharjo.

Desa Tulakan terdiri dari 5 Dusun, yaitu:

Meliputi Dukuh Krajan

Meliputi Dukuh Winong, Dukuh Dungpucung dan Dukuh Dunggayam

Meliputi Dukuh Ngemplak, Dukuh Tanggulasi dan Dukuh Kedondong

Meliputi Dukuh Janggleng, Drojo, Purworejo dan Slempung

Meliputi Dukuh Pejing dan Sonder

Desa Tulakan terdiri dari 13 Dukuh, yaitu:

Desa Tulakan terdiri dari 10 RW, dan 54 RT, yaitu:

Struktur pemerintah desa Tulakan Tahun 2023

Desa, atau udik, menurut definisi universal, adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif dibawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa. Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa unit permukiman kecil yang disebut kampung (Banten, Jawa Barat) atau dusun (Yogyakarta) atau banjar (Bali) atau jorong (Sumatera Barat). Kepala Desa dapat disebut dengan nama lain misalnya Kepala Kampung atau Petinggi di Kalimantan Timur, Pambakal di Kalimantan Selatan, Hukum Tua di Sulawesi Utara.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya di Sumatera Barat disebut dengan istilah Nagari, dan di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan Timur disebut dengan istilah Kampung. Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat.

Demikian halnya Desa Tulakan, pada mulanya merupakan perdukuhan yang bernama Alas Tuwo yang dipimpin oleh kepala perdukuhan mulai dari Pangeran Kuning diteruskan oleh Ki Raban kemudian Ki Moro Suto dan Ki Moro Taruno.

Sampai dengan kepemimpinan 4 (empat) orang tersebut di atas, kondisi perdukuhan Alas Tuwo masih angker, wingit dan gawat kaliwat liwat, sampai akhirnya datanglah bangsawan dari Mataram Kyai Agung Barata bersama keempat muridnya yaitu: Ki Buntari, Ki Leboh, Ki Cabuk dan Ki Purwo, melakukan “lelana” dan “laku tapa brata” di perdukuhan Alas Tuwo ini.

Bersama-sama dengan keempat muridnya, Kyai Agung Barata memasang “rajah” yang terkenal dengan nama “Tulak Balak Pasopati” dengan harapan Dukuh Alas Tuwo menjadi dukuh yang lestari, nyaman, aman dan maju.

Berasal dari peristiwa itulah perdukuhan Alas Tuwo diubah menjadi Kademangan Tulakan dan Kepemimpinan Kademangan diserahkan dari Ki Moro Taruno kepada Kyai Agung Barata dengan sebutan Ki Demang Barata.

Dibawah kepemimpinan Ki Demang Barata dibantu para muridnya, Kademangan Tulakan berkembang pesat, mencakup dukuh Winong (Ki Buntari), dukuh Kedondong/Ngemplak (Ki Leboh), dukuh Drojo (Ki Purwo), Dukuh Pejing (Ki Cabuk) dan dukuh Bandungpadang (Ki Trunojoyo Wongso atau Mbah Klipo). Seiring perkembangan zaman dukuh Bandungpadang menjadi Desa mandiri dengan nama Bandung Mrican dan sekarang bernama Desa Bandungharjo.

Adapun Pemimpin Desa Tulakan dari masa ke masa dapat dilihatpada tabel di bawah ini:

Kepala Dukuh Alas Tuwo

Kepala Dukuh Alas Tuwo

Kepala Dukuh Alas Tuwo

Kepala Dukuh Alas Tuwo

Desa Tulakan dijuluki Desa Jeruk karena di desa ini terdapat potensi Pertanian Jeruk Keprok

Kabupaten Jepara adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Ibu kotanya adalah Jepara. Kabupaten ini bersempadan dengan Laut Jawa di barat dan utara; Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus di timur; serta Kabupaten Demak di selatan. Wilayah Jepara juga meliputi Kepulauan Karimunjawa, yang terletak di Laut Jawa.

Kabupaten Jepara terletak di pantura timur Jawa Tengah, di mana bahagian barat dan utara dibatasi oleh laut. Bahagian timur wilayah kabupaten ini merupakan daerah pergunungan. Wilayah Kabupaten Jepara juga meliputi Kepulauan Karimunjawa, yakni gugusan pulau-pulau di Laut Jawa. Dua pulau terbesarnya adalah Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan. Sebahagian besar wilayah Karimunjawa dilindungi dalam Cagar Alam Laut Karimunjawa. Penyeberangan ke kepulauan ini dilayani oleh kapal ferry yang bertolak dari Lapangan Jepara. Karimunjawa juga terdapat Lapangan Terbang Dewandaru yang didarati pesawat dari Lapangan Terbang Ahmad Yani Semarang.

Jauh sebelum adanya kerajaan-kerajaan ditanah jawa. Diujung sebelah utara pulau Jawa sudah ada sekelompok penduduk yang diyakini orang-orang itu berasal dari daerah Yunnan Selatan yang kala itu melakukan migrasi ke arah selatan. Jepara saat itu masih terpisah oleh selat Juwana.

Asal nama Jepara berasal dari perkataan Ujung Para, Ujung Mara dan Jumpara yang kemudian menjadi Jepara, yang berarti sebuah tempat pemukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah. Menurut buku “Sejarah Baru Dinasti Tang (618-906 M)” mencatat bahwa pada tahun 674 M seorang musafir Tionghoa bernama I-Tsing pernah mengunjungi negeri Holing atau Kaling atau Kalingga yang juga disebut Jawa atau Japa dan diyakini berlokasi di Keling, kawasan timur Jepara sekarang ini, serta dipimpin oleh seorang raja wanita bernama Ratu Shima yang dikenal sangat tegas.

Menurut seorang penulis Portugis bernama Tome Pires dalam bukunya “Suma Oriental”, Jepara baru dikenal pada abad ke-XV (1470 M) sebagai bandar perdagangan yang kecil yang baru dihuni oleh 90-100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur dan berada dibawah pemerintahan Demak. Kemudian Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus (1507-1521). Pati Unus mencuba untuk membangun Jepara menjadi kota niaga.

Pati Unus dikenal sangat gigih melawan penjajahan Portugis di Malaka yang menjadi mata rantai perdagangan nusantara. Setelah Pati Unus wafat digantikan oleh ipar Faletehan /Fatahillah yang berkuasa (1521-1536). Kemudian pada tahun 1536 oleh penguasa Demak iaitu Sultan Trenggono, Jepara diserahkan kepada anak dan menantunya iaitu Ratu Retno Kencono dan Pangeran Hadirin, suaminya. Namun setelah tewasnya Sultan Trenggono dalam Ekspedisi Militer di Panarukan Jawa Timur pada tahun 1546, timbulnya geger perebutan tahta kerajaan Demak yang berakhir dengan tewasnya Pangeran Hadiri oleh Aryo Penangsang pada tahun 1549.

Kematian orang-orang yang dikasihi membuat Ratu Retno Kencono sangat berduka dan meninggalkan kehidupan istana untuk bertapa di bukit Danaraja. Setelah terbunuhnya Aryo Penangsang oleh Sutowijoyo, Ratu Retno Kencono bersedia turun dari pertapaan dan dilantik menjadi penguasa Jepara dengan gelar NIMAS RATU KALINYAMAT.

Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat (1549-1579), Jepara berkembang pesat menjadi Bandar Niaga utama di Pulau Jawa, yang melayani eksport import. Disamping itu juga menjadi Pangkalan Angkatan Laut yang telah dirintis sejak masa Kerajaan Demak.

Sebagai seorang penguasa Jepara, yang gemah ripah loh jinawi karena keberadaan Jepara kala itu sebagai Bandar Niaga yang ramai, Ratu Kalinyamat dikenal mempunyai jiwa patriotisme anti penjajahan. Hal ini dibuktikan dengan pengiriman armada perangnya ke Malaka guna menggempur Portugis pada tahun 1551 dan tahun 1574. Adalah tidak berlebihan jika orang Portugis saat itu menyebut sang Ratu sebagai “RAINHA DE JEPARA”SENORA DE RICA”, yang artinya Raja Jepara seorang wanita yang sangat berkuasa dan kaya raya.

Serangan sang Ratu yang gagah berani ini melibatkan hamper 40 buah kapal yang berisikan lebih kurang 5.000 orang prajurit. Namun serangan ini gagal, ketika prajurit Kalinyamat ini melakukan serangan darat dalam upaya mengepung benteng pertahanan Portugis di Malaka, tentara Portugis dengan persenjataan lengkap berhasil mematahkan kepungan tentara Kalinyamat.

Namun semangat Patriotisme sang Ratu tidak pernah luntur dan gentar menghadapi penjajah bangsa Portugis, yang di abad 16 itu sedang dalam puncak kejayaan dan diakui sebagai bangsa pemberani di Dunia.

Dua puluh empat tahun kemudian atau tepatnya Oktober 1574, sang Ratu Kalinyamat mengirimkan armada militernya yang lebih besar di Malaka. Ekspedisi militer kedua ini melibatkan 300 buah kapal diantaranya 80 buah kapal jung besar berawak 15.000 orang prajurit pilihan. Pengiriman armada militer kedua ini di pimpin oleh panglima terpenting dalam kerajaan yang disebut orang Portugis sebagai “QUILIMO”.

Walaupun akhirnya perang kedua ini yang berlangsung berbulan-bulan tentara Kalinyamat juga tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka, namun telah membuat Portugis takut dan jera berhadapan dengan Raja Jepara ini, terbukti dengan bebasnya Pulau Jawa dari Penjajahan Portugis di abad 16 itu.

Sebagai peninggalan sejarah dari perang besar antara Jepara dan Portugis, sampai sekarang masih terdapat di Malaka komplek kuburan yang di sebut sebagai Makam Tentara Jawa. Selain itu tokoh Ratu Kalinyamat ini juga sangat berjasa dalam membudayakan SENI UKIR yang sekarang ini jadi andalan utama ekonomi Jepara iaitu perpaduan seni ukir Majapahit dengan seni ukir Patih Badarduwung yang berasal dari Negeri Cina.

Menurut catatan sejarah Ratu Kalinyamat wafat pada tahun 1579 dan dimakamkan di desa Mantingan Jepara, di sebelah makam suaminya Pangeran Hadiri. Mengacu pada semua aspek positif yang telah dibuktikan oleh Ratu Kalinyamat sehingga Jepara menjadi negeri yang makmur, kuat dan mashur maka penetapan Hari Jadi Jepara yang mengambil waktu beliau dinobatkan sebagai penguasa Jepara atau yang bertepatan dengan tanggal 10 April 1549 ini telah ditandai dengan Candra Sengkala TRUS KARYA TATANING BUMI atau terus bekerja keras membangun daerah.

Untuk Tahun 2010 ini, Jepara telah mendapatkan sertifikasi Indikasi Geografis terhadap produk Ukirnya yang sangat khas.[2]

Kabupaten Jepara mempunyai bermacam-macam masakan khas Jepara, iaitu:

Bahan utamanya ikan (diusahakan ikan segar) ditambah bumbu-bumbu : bawang merah, bawang putih, kemiri, kunyit, sereh, jahe, terasi (sedikit), gula merah, garam, merica / lada, daun salam, dan lengkuas. Semua bumbu diracik dan direbus, setelah air mendidih ikan dimasukkan sampai masak. Diusahakan jangan terlalu lama supaya lebih fresh dan protein ikan tidak banyak yang hilang.

Soto Ayam Jepara rasanya berbeda dengan Soto Ayam Kudus, Semarang, di karenakan adanya Kucai di dalam Soto Jepara.

Soto Bumbu adalah soto dari Jepara rasanya sangat berbeda dengan Soto yang lain, karena menggunakan daging sapi, usus sapi, dan babat.

Sop udang sama dengan sop pada umumnya, hanya saja ada memakai kaldu udang ditambah udang goreng dan cabe mentah yang ditumbuk (digeprek). Sop ini akan lebih nikmat dimakan selagi masih panas / hangat.

pada zamannya R.A. Kartini mereka sudah menerapkan konsep yang di zaman seni kuliner modern ini disebut dengan fusion , adalah paduan kuliner lokal dan asing, iaitu perpaduan Kuliner Belanda, Cina, dan Jawa. Salah satu contoh yang tersaji di sini adalah “pangsit” yang tidak tampak seperti pangsit yang kita kenal, tetapi justru berupa sup bening dengan dadar gulung udang yang cantik. Sup ini hampir serupa dengan pangsit pengantin yang berbahan utama pangsit goreng. Sup Pangsit Jepara adalah masakan kesukaan R.A. Kartini.

Opor Panggang hampir mirip dengan Opor Bakar Sunggingan tetapi rasanya lebih nikmat Opor Panggang.

Bongko mento adalah salah satu sajian asal keraton jepara. Sajian yang dibungus dengan daun pisang ini berisi dadar yang telah diisi dengan tumisan suwiran dada ayam yang dicampur dengan jamur kuping, soun dan santan. Kudapan ini bisa menjadi pilihan snack gurih untuk arisan atau pesta kecil di rumah Anda.

terbuat dari daging sapi sekel, santan kelapa, kecap manis, garam, cabai merah, bawang putih, bawang merah, gula merah, kemudian Campur daging, bumbu halus, santan, kecap, dan garam, lalu Masak di atas api dengan panas sedang sampai matang dan kuah mengental.

terbuat dari daging sekel, garam, merica bubuk, pala bubuk, kecap manis, minyak untuk menumis, dll.

masakan ini biasanya disajikan di waktu siang hari, Sayur Pepaya Jepara terbuat dengan bahan utamanya adalah pepaya muda yang diracik dengansantan, kluwek, dll.

Sayur asem asal Jepara ini memang mirip dengan sayur asem asal Jakarta, tidak seperti sayur asem asal jawa Tengah yang cenderung bening.

Jepara adalah salah satu kota yang ada di Jawa Tengah ini memiliki sajian yang bisa menjadi pilihan untuk menu sehari-hari. Namanya sayur betik asal Jepara ini menggunakan pepaya muda dan daging tetelan sebagai bahan utamanya.

terbuat dari daging tanpa lemak, lengkuas, daun salam, bawang merah, bawang putih, cabai merah, asam jawa, gula pasir, dll

terbuat dari Daging kambing yang lembut dan campuran rempah-rempah membuat gule petih jepara ini cocok untuk peneman makan nasi di hari raya lebaran maupun idul adha.

terbuat dari Ayam fillet, udang jerbung, kaldu ayam, santan, serai, daun jeruk, garam, gula pasir, minyak untuk menumis, dll.

Sayur Keluak Ayam Adalah makan khas Jepara.

Kagape kambing mudah di jumpai ketika hari raya Idul Adha.

Bakso biasanya menggunakan daging Kambing, Kerbau, ataupun Sapi. Di Jepara Bakso menggunakan daging ikan ekor kuning.

Bahan-bahanya adalah tepung, daging ikan tongkol, air, dll

Tongseng biasanya yang menggunakan daging Kambing, Kerbau, ataupun Sapi. Kalau di Jepara bukan dari bahan tersebut melainkan dari daging Cumi-cumi maka dinamakan Tongseng Cumi atau Tongseng Cumi-Cumi.

Rempah terbuat dari kelapa parut dan ikan dll

adalah tepung sagu yang dikukus. Setelah masak dituang dalam tempayan dan diaduk dengan sisir. Sehingga walaupun kenyal dan liat,namun bentuknya menjadi butiran-butiran kecil menyerupai sterofoam. Untuk menambah rasa, bisa ditambahkan sedikit garam dan dimakan sebagai campuran bakso, gado-gado, pecel, atau sate kikil.

Hoyok-hoyok atau disebut juga Oyol-Oyol terbuat dari tepung tapioka di campur dengan air dan ketela, setelah jadi di hidangkan dengan tambahan parutan ketela. Hoyok-hoyok adalah versi manis dari Horok-Horok.

Sate kikil atau disebut sate cecek adalah yang biasanya di santap untuk lauk makan horok-horok.

Adalah ikan laut yang dipanggang (dibakar) dan disajikan bersama sambal santan.

adalah Ikan teri mentah yang dikeringkan, bentuknya seperti bakwan.

Kabupaten Jepara mempunyai bermacam-macam salad khas Jepara, iaitu:

Sajian yang terdiri dari berbagai macam sayuran dan disajikan dengan bumbu kelapa ini biasanya kita sebut dengan Urap. Tapi di Jepara hidangan ini disebut kuluban yang sedikit membedakan Kuluban dengan Urap adalah Kuluban terdapat nangka muda rebus dan taoge yang disajikan mentah.

Brayo adalah buah dari mangrove jenis si api-api. cara penyajian adalah Brayo di rendam dalam air kapur selama seharian, lalu di masak selama seharian, setelah matang di sajikan dengan parutan Kelapa.

Sejenis rumput laut, enak dimakan dalam keadaan segar, dan konon bisa menyembuhkan radang tenggorok, amandel.

Sajian yang terdiri dari berbagai macam sayur-mayuran dengan bumbu kunyit cabai merah dan serutan kelapa.

Kabupaten Jepara mempunyai bermacam-macam minuman khas Jepara, iaitu:

Sutet adalah Susu Telor Tegangan Tinggi.

Horok-Horok banyak dijajakan diwarung bersama bakso atau janganan, horok-horok tersebut sebagai pengganti nasi atau lontong. Yang paling diminati adalah horok-horok dimakan dengan lauk sate cecek. Horok-horok juga dapat menjadi minuman, iaitu Wedang Horok-Horok bisa disajikan hangat ketika cuaca dingin dan juga bisa disajikan dengan es batu di cuaca yang panas.

Kopi dapur kuat mudah ditemukan di warung kopi daerah kecamatan Keling. Kopi dapur Kuwat adalah gabungan Kopi dari daerah kopi unggul iaitu damarwulan, Tempur, Kunir, Watuaji. Sehingga kopi yang di hasilkan dari racikan tersebut begitu nikmat dan istimewa.

Kopi Tempur adalah kopi yang sudah tersohor di Jepara bahkan sudah di ekspor ke luar negeri. Kopi Tempur kini sudah masuk salah satu hotel di Jepara iaitu BayFront Villa di Pantai Teluk Awur. Kopi Tempur berasal dari desa Tempur kecamatan Keling.

Adon-adon coro merupakan minuman tradisional dengan bahan : jahe, gula merah, santan, potongan kelapa muda (dibakar), dan jamu (rempah-rempah). Cara pembuatannya adalah : jahe, gula merah, santan, & potongan kelapa direbus dengan air secukupnua sampai mendidih. Sedangkan rempah-rempah sebagai jamu penolak masuk angin diracik (dicampur) tersendiri. Cara penyajiannya : satu sendok jamu ditaruh di dalam mangkok, lalu disiram dengan wedang jahe dan diminum selagi masih panas / hangat. Pada sore dan malam hari penjaja minuman Adon-adon coro banyak kita jumpai di pelataran sekitar Shopping Centre Jepara (SCJ) di sebelah utara Alun-alun Jepara. Harganya cukup murah dan dijamin dapat menghangatkan badan.

Bahan-bahannya terdiri dari gempol/pleret, santan, dan gula cair. Gempol/pleret berasal dari tepung beras yang dibuat adonan, dibentuk dan diberi warna lalu dikukus. Gempol berbentuk bulat sebesar kelereng sedangkan pleret berbentuk seperti kantong kecil. Cara penyajiannya sangat sederhana, gempol/pleret dimasukkan gelas/mangkok lalu disiram santan dan gula. Gempol dan pleret dapat disajikan sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Bagi yang suka minuman segar, dapat ditambah es secukupnya.

Bahan minuman ini adalah cendol dari tepung sagu/aren, gula merah, dan santan. Semua bahan dicampur jadi satu dalam gelas/mangkok, bila diperlukan ditambah aroma/rasa buah tertentu, paling nikmat bila dicampur buah durian dan bila diperlukan ditambah es secukupnya.

Kabupaten Jepara mempunyai bermacam-macam makanan ringan khas Jepara, iaitu:

adalah makanan khas dari desa Pendosawalan yang bahanya dari ketan yang di campur dengan kacang tolo, kemudian di rebus sampai matang, siap disajikan.

Adalah jajanan pasar khas Jepara yang berbahan dasar Jagung, mudah di temui di Pasar Anggur, Pasar kalinyamatan, dll.

Bahan-bahanya berasal dari ketela pohon yang direbus sampai matang hingga lembek lalu di bentuk dan di beri taburan kelapa parut dan gula merah.

Bahan-bahanya Tepung Kanji, Tepung Beras, garam, gula pasir, daun suji, pewarna makanan.

Rondho royal adalah tape dibungkus adonan tepung terigu ditambah gula & garam secukupnya (bila diperlukan) digoreng.

Meskipun namanya sama-sama putu, tapi putu ala Jepara ini bukan terbuat dari tepung beras. Tapi terbuat dari sagu mutiara dan kelapa parut.

merupakan gethuk dengan rasaya yang khas Jepara.

Madu mongso sangat mudah ditemukan di Jepara teutama saat Hari raya Idul Fitri.

Poci terbuat dari adonan tepung ketan dan santan kemudian dibentuk kerucut dan dibungkus daun pisang. Didalamnya diisi campuran parutan kelapa & gula merah lalu dikukus.

Sejenis kue lapis terdiri dari + 5 lapisan. Bahan pembuatnya : tepung beras, tepung tapioka, tepung maizena, gula merah, santan, garam, dan daun pandan (sebagai aroma). Tepung beras, tapioka, dan gula merah dubuat adonan dan direbus lalu dicurahkan sehingga membentuk 4 lapisan. Kemudian tepung maizena & santan direbus dan dicurah pada lapisan paling atas. Sedangkan garam & daun pandan merupakan pelengkap dalam setiap adonan.

Sejenis kue lapis terdiri dari + 5 lapisan. Bahan pembuatnya : tepung beras, tepung tapioka, gula merah, gula pasir, santan, garam, pala, dan daun pandan (sebagai aroma). Tepung beras, tapioka, gula pasir, dan santan dubuat adonan dan direbus lalu dicurahkan sehingga membentuk 3 lapisan. Kemudian tepung beras, tapioka, gula merah & santan direbus dan dicurah pada 2 lapisan atas. Pada permukaan paling atas ditaburi pala yang ditumbuk (dihaliskan). Sedangkan garam & daun pandan merupakan pelengkap dalam setiap adonan.

Bahan pembuatnya terdiri : Tepung ketan, tepung tapioka, santan, gula pasir, air jahe, dan pewarna. Semua bahan (kecuali warna) dibuat menjadi satu adonan lalu dikukus. Di bagian atas kue diberikan warna sesuai selera supaya lebih menarik.

Klenyem terbuat dari singkong (ketela pohon) yang diparut dan diperas (untuk mengurangi patinya) kemudian dibentuk gepeng dan oval di dalamnya diisi gula merah lalu digoreng.

Untuk membuat kenyol, singkong/ketela pohon diparut dan diperas, kemudian diisi gula merah dan dibungkus daun pisang lalu dikukus.

Nogosari terbuat dari tepung beras yang dibuat adonan, diisi pisang masak, dibungkus daun pisang, lalu dikukus.

Cara membuat moto belong adalah singkong diparut dan diperas lalu diisi pisang masak dan dibentuk seperti kapsul (bila perlu diberi warna). Setelah itu dibungkus daun pisang dan dikukus. Penyajiannya dengan cara dipotong/diiris tipis-tipis (sehingga berbentuk menyerupai bola mata) dan dicampur dengan parutan kelapan yang ditambah sedikit gula & garam.

Kabupaten Jepara mempunyai bermacam-macam Oleh-oleh khas Jepara, iaitu:

Di kabupaten Jepara terdapat berbagai jenis kesenian, iaitu:

Jenis kesenian tradisional Samroh, Gambus, dan Angguk, semuanya bercorakkan keIslaman. Jenis kesenian tradisional yang lain adalah dagelan, emprak, ketropak, ludruk, kentrung, dan keroncong. Melalui beberapa kesenian tradisional ini, pemerintah menggunakannya untuk menyampaikan pesanan kepada masyarakat misalnya mengenai pembangunan dan keluarga berencana.

Kabupaten Jepara memiliki beberapa julukan, ada yang diberi julukan secara resmi ada juga yang tidak bersifat resmi, diantaranya:

Pada zaman Kerajaan Kalinyamat yang dipimpin Sultan Hadlirin ayah angkatnya yang berasal dari Cina mengukir batu yang dia bawa dari Cina untuk di letakan di Masjid Mantingan. Lalu dia mengajarkan cara mengukir yang indah kepada warga Jepara sampai sekarang. maka Jepara di Juluki Kota Ukir.

Jepara adalah kota dilahirkanya pahlawan nasional R.A. Kartini, maka Jepara di juluki Bumi Kartini.

Slogan R.A Kartini Habis Gelap Terbitlah Terang hal tersebut terealisasikan oleh pemerintah kabupaten Jepara dengan adanya 4 PLTU di Jepara, yang menjadi pemasok listrik Jawa, Bali, Madura. Oleh karena itu Bibit Waluyo (Gubernur Jawa Tengah) secara resmi memberi julukan KOTA ENERGI kepada Kabupaten Jepara.PLTU TJB Jepara merupakan PLTU pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi ramah lingkungan. Selain PLTU TJB Jepara terdapat PLTD dan PLTG, sehingga Jepara terdapat tiga macam pembangkit listrik.

Di Jepara banyak ditemukan beberapa produk fashion seperti: Tenun Ikat di Troso, Konveksi Baju di Sendang, Konveksi Celana di Bandungrejo, Konveksi Kerudung di Pendosawalan, Konveksi Bordir di Nalumsari, Perhiasan Monel di Kriyan, Perhiasan Emas di Margoyoso. Produk fashion Jepara telah membanjiri Pasar Semarang, Surabaya, Bali, Jakarta, Palembang, dll.

Banyak seni kerajinan di Jepara seperti seni ukir, sini, patung, seni relief, seni monel, seni emasan, seni gerabah, seni rotan, seni anyaman bambu, seni macan kurung, dll. Oleh karena itu Jepara di juluki Kota Kerajinan.

Pondok Pesantren sangat banyak di Rembang, tetapi di Jepara terdapat Pondok Pesantren 2x lipat jumlah pondok pesantren di Kabupaten Rembang. Oleh karena itu Jepara di kenal sebagai Kota Seribu Pondok Pesantren.

Jepara berhasil membuat Rekor MURI sekaligus Rekor Dunia dalam bidang mengukir kayu bersama terbanyak di dunia. Maka Jepara resmi menyandang gelar The World Carving Center.

The Beauty of Java tidak berlebihan di sandang oleh Jepara, karena Jepara memiliki aneka keindahan dari tempat wisata pegunungan, wisata pantai, wisata kepulauan bahkan sampai wisata bawah laut (Terumbu karang)Ditambah lagi gadis-gadis Jepara terkenl cantik-cantik. Apalagi berkali-kali Jepara mendapat Adipura di karenakan kota Jepara begitu bersih dan sangat indah. Maka untuk kepentingan pemasaran pariwisata, Bupati Jepara mengambil slogan pariwisata Jepara, The Beauty of Java (Keindahannya Jawa) sebagai upaya pencitraan kota Jepara sebagai pusat Wisatanya Pulau Jawa.

Keindahan Kepulauan Karimunjawa keindahanya seperti di Caribbean. Karimunjawa mempunyai kesamaan lain dengan Karibia iaitu terdiri dari beberapa pulau kecil, oleh karena itu belanda memberi julukan sebagai Caribbean van Java.

Menjelang kenaikan kelas di saat liburan pertama,NY. OVINK SOER dan suaminya mengajak R.A. Kartini beserta adik-adiknya Roekmini dan Kardinah menikmati keindahan pantai bandengan yang letaknya 7 kmke Utara Kota Jepara, iaitu sebuah pantai yang indah dengan hamparan pasir putih yang memukausebagaimana yang sering digambarkan lewat surat-suratnya kepada temannya Stella di negeri Belanda. RA Kartini dan kedua adiknya mengikuti Ny. Ovink Soer mencari kerang sambil berkejaran menghindariombak, kepada RA Kartini ditanyakan apa nama pantai tersebut dan dijawab dengan singkat iaitu Pantai Bandengan.Kemudian Ny. Ovink Soer mengatakan bahwa di Holland pun ada sebuah pantai yang hampir sama dengan bandengan namanya Klein Scheveningen secara spontan mendengar itu RA Kartini menyela kalau begitu kita sebut saja Pantai Bandengan ini dengan nama Klein Scheveningen[6].

Jepara dikenal sebagai kota ukir, karena terdapat sentra kerajinan ukiran kayu ketenarannya hingga ke luar negeri. Kerajinan mebel dan ukir ini tersebar merata hampir di seluruh kecamatan dengan keahlian masing-masing. Namun sentra perdagangannya terlekat di wilayah Ngabul, Senenan, Tahunan, Pekeng, Kalongan dan Pemuda. Selain itu, Jepara merupakan kota kelahiran pahlawan wanita Indonesia R.A. Kartini.

Potensi Kabupaten Jepara :

Nombor penting dan kecemasan Kabupaten Jepara:

Anggrek Dendrobium Jakarta molek - Cupang serit

Jakarta Barat adalah kota administrasi di bagian barat Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia. Pusat pemerintahannya berada di kecamatan Kembangan. Berdiri di tahun 1966 namun Jakarta Barat resmi dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1978. Sebagai kota administrasi, Jakarta Barat bukanlah daerah otonom sehingga tidak memiliki DPRD tersendiri.

Wali kota Jakarta Barat diangkat oleh gubernur DKI Jakarta atas pertimbangan DPRD. Jakarta Barat secara administratif terbagi menjadi 8 kecamatan dan 56 kelurahan. Jumlah penduduk kota Jakarta Barat pada tahun 2018 mencapai 2.486.074 jiwa dimana 850 diantaranya merupakan warga negara asing (WNA) dari berbagai negara.[2] Sementara pada akhir tahun 2023, penduduk Jakarta Barat berjumlah 2.611.515 jiwa.[1]

Jakarta Barat terkenal dengan peninggalan masa kolonial Belanda seperti Gedung Balai Kota (kini menjadi Museum Sejarah Jakarta), kawasan Pecinan (Glodok) dan juga sejumlah mesjid tua serta benteng-benteng pertahanan masa awal pendudukan Belanda di Batavia.

Sejarah terbentuknya kota administrasi Jakarta Barat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1978, wilayah DKI Jakarta di bagi menjadi 5 (lima) wilayah kota administrasif. Wilayah Kota Administrasi Jakarta Barat merupakan salah satu bagian yang memiliki kedudukan setingkat dengan Kotamadya Tingkat II. Walikota bertanggungjawab langsung kepada Gubernur DKI Jakarta.[5]

Wali kota Jakarta Barat saat ini dijabat oleh Uus Kuswanto. Ia dilantik oleh penjabat gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, pada 21 Maret 2023 di Balai Agung, Balai Kota DKI Jakarta. Sebelumnya, Uus sudah pernah menjabat sebagai wali kota Jakarta Barat, yakni pada September 2020.

Setelah menjabat sekitar 13 bulan, jabatan wali kota digantikan oleh gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang selanjutnya diberikan kepada Yani Wahyu Purwoko.[6] Sementara jabatan wakil wali kota dijabat oleh Hendra Hidayat, yang sebelumnya menjabat sebagai wakil wali kota Jakarta Timur.[6]

Kota Administrasi Jakarta Barat memiliki 8 kecamatan dan 56 kelurahan dengan kode pos 11710 hingga 11850.[7][8]

Daftar kecamatan dan kelurahan di Kota Administrasi Jakarta Barat, adalah sebagai berikut:

Lima dari delapan kecamatan di atas merupakan hasil pembentukan PP No. 25 tahun 1978 tentang Pembentukan Wilayah Kota dan Kecamatan dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Tiga lainnya dibentuk melalui PP No. 90 tahun 1980, Kecamatan Palmerah dari Grogol Petamburan, Kalideres dari Cengkareng, dan Kembangan dari Kebon Jeruk.

Setelah Jakarta Selatan, Jakarta Barat dirancang untuk menjadi daerah pusat bisnis bagi kawasan Jakarta dan sekitarnya. Khususnya di Kecamatan Kembangan telah dan akan dibangun mal, pusat hiburan, pusat perbelanjaan, pusat perkantoran, rumah sakit, sekolah dan sebagainya. Daerah ini menjadi begitu strategis karena dilewati rangkaian Jalan Lingkar Luar Jakarta (JORR).

Data pemerintah DKI Jakarta tahun 2020 mencatat, jumlah sekolah dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Menengah Atas sebanyak 1.424 sekolah. Jumlah sekolah tingkat Taman Kanak-Kanak sebanyak 429 sekolah, 8 sekolah negeri dan 421 sekolah swasta. Tingkat Sekolah Dasar sebanyak 599 sekolah, 359 sekolah negeri dan 240 sekolah swasta. Untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama berjumlah 278 sekolah, 50 sekolah negeri dan 228 sekolah swasta. Kemudian untuk tingkat Sekolah Menengah Atas sebanyak 117 sekolah, 17 sekolah negeri dan 100 sekolah swasta. Dan untuk jenjang Sekolah Menengah Kejuruan sebanyak 118 sekolah, 11 sekolah negeri dan 107 sekolah swasta.[9]

Sementara untuk tingkat perguruan tinggi, termasuk Universitas, Institut, Politeknik, Sekolah Tinggi, hingga Akademi, tahun 2022 terdapat 30 perguruan tinggi di Jakarta Barat, dan semua perguruan tinggi tersebut adalah sekolah swasta, di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.[10] Beberapa diantaranya ialah Universitas Bina Nusantara, Universitas Mercu Buana, Universitas Trisakti, Universitas Tarumanegara, Universitas Kristen Krida Wacana, Podomoro University, Universitas Esa Unggul, STAINU Jakarta, STIE Ahmad Dahlan, Universitas Mpu Tantular, Universitas Gunadarma kampus Cengkareng, Jakarta Barat, dan lainnya.

Kota Administrasi Jakarta Barat memiliki fasilitas kesehatan, diantaranya RSUD Cengkareng, RS Mitra Keluarga Kalideres, Ciputra Hospital, RS Hermina Daan Mogot, RS Pondok Indah Puri Indah, RS Pelni Petamburan, Rumah Sakit Dharmais, Rumah Sakit Harapan Kita, Rumah Sakit Siloam, Jakarta Eye Centre, Rumah Sakit Royal Taruma, Rumah Sakit Graha Kedoya Kebon Jeruk, RS Sumber Waras Grogol Petamburan, RSU Patria IKKT Palmerah, RS Medika Permata Hijau, dan Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan.

Beberapa puskemas dan klinik yang ada di Jakarta Barat yakni Puskesmas Kebon Jeruk, Puskesmas Palmerah, Puskesmas Grogol Petambura, Puskesmas Kembangan, Puskesmas Cengkareng, Puskesmas Kalideres, Klinik Ciputra Kalideres, Kalideres, Jakarta Barat, dan Klinik Yakrija Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat.

Kota Administrasi Jakarta Barat memiliki fasilitas transportasi, termasuk layanan transportasi bus dan juga kereta komuter. Fasilitas terminal bus yang ada di Jakarta Barat, yakni Terminal Kalideres di Kecamatan Kalideres yang melayani penumpang antar provinsi hingga ke luar Pulau Jawa. Ada juga Terminal Grogol di Kecamatan Grogol Petamburan yang melayani angkutan bus perkotaan Jabodetabek dan layanan BRT, bus kota, serta Mikrotrans Transjakarta. Selain itu, transportasi rel di Jakarta Barat dilayani oleh kereta api komuter beserta bandara seperti Commuter Line Bogor yang menghubungkan Stasiun Jakarta Kota di Kecamatan Taman Sari dengan wilayah selatan Jabodetabek meliputi Kota Depok, Kabupaten–Kota Bogor, Jawa Barat, Commuter Line Cikarang menghubungkan Stasiun Angke di Kecamatan Tambora dengan wilayah timur Jabodetabek meliputi Kabupaten–Kota Bekasi, Jawa Barat, Commuter Line Tangerang menghubungkan Stasiun Duri dengan wilayah barat Jabodetabek seperti Kota Tangerang, Banten, Commuter Line Tanjung Priok menghubungkan Stasiun Jakarta Kota dengan Pelabuhan Tanjung Priok, dan Commuter Line Soekarno-Hatta menghubungkan Stasiun Manggarai di Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan dengan Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Transportasi umum berbasis angkutan darat dilayani dengan layanan BRT Transjakarta yang melayani Koridor 1, Koridor 3, Koridor 8, Koridor 9, dan Koridor 12. [11]

Pusat kawasan olahraga di Jakarta Barat berada di GOR Cenderawasih Cengkareng dan Taman Kantor Wali kota Jakarta Barat.

GOR Cendrawasih sendiri adalah Gelanggang Olahraga terdiri dari Stadion, lapangan, lapangan futsal,lapangan basket, Gelanggang serbaguna dan tempat pelatihan climbing. Satu-satunya club anggota PSSI yang bermarkas di Stadion Cenderawasih adalah Persija Barat yang berdiri sejak 1975.

Kolaborasi Medan Berkah

Medan (Jawi: ميدن; Surat Batak: ᯔᯩᯑᯉ᯲; Hanzi: 棉蘭; Tamil: மேடான்) adalah ibu kota Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar keempat di Indonesia setelah DKI Jakarta, Surabaya, dan Bandung serta kota terbesar di luar Pulau Jawa, sekaligus kota terbesar di Pulau Sumatra.[13][14][15]

Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dengan keberadaan Pelabuhan Belawan dan Bandar Udara Internasional Kualanamu yang merupakan bandara terbesar kedua di Indonesia. Akses dari pusat kota menuju pelabuhan dan bandara dilengkapi oleh jalan tol dan kereta api. Medan adalah kota pertama di Indonesia yang mengintegrasikan bandara dengan kereta api. Berbatasan dengan Selat Malaka, Medan menjadi kota perdagangan, industri, dan bisnis yang sangat penting di Indonesia. Pada tahun 2022, Kota Medan memiliki penduduk sebanyak 2.494.512 jiwa, dengan kepadatan penduduk 9.413 jiwa/km2.[5][13]

Sejarah Medan berawal dari sebuah kampung yang didirikan oleh Guru Patimpus di pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura. Hari jadi Kota Medan ditetapkan pada 1 Juli 1590. Selanjutnya pada tahun 1632, Medan dijadikan pusat pemerintahan Kesultanan Deli, sebuah kerajaan Melayu. Bangsa Eropa mulai menemukan Medan sejak kedatangan John Anderson dari Inggris pada tahun 1823. Peradaban di Medan terus berkembang hingga Pemerintah Hindia Belanda memberikan status kota pada 1 April 1909 dan menjadikannya pusat pemerintahan Karesidenan Sumatra Timur. Memasuki abad ke-20, Medan menjadi kota yang penting di luar Pulau Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran.

Menurut Bappenas, Medan adalah salah satu dari empat pusat pertumbuhan utama di Indonesia, bersama dengan Jakarta, Surabaya, dan Makassar.[16][17] Medan adalah kota multietnis yang penduduknya terdiri dari orang-orang dengan latar belakang budaya dan agama yang berbeda-beda. Selain Melayu dan Batak Karo sebagai penghuni awal, Medan didominasi oleh etnis Jawa, Batak, Tionghoa, Minangkabau, dan India. Mayoritas penduduk Medan bekerja di sektor perdagangan, sehingga banyak ditemukan ruko di berbagai sudut kota. Di samping kantor-kantor pemerintah provinsi, di Medan juga terdapat kantor-kantor konsulat dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, India, Jepang, Malaysia, dan Jerman.

Medan berasal dari kata bahasa Tamil Maidhan (மனிதன்) atau Maidhanam (மைதானம்), yang berarti tanah lapang atau tempat yang luas, yang kemudian teradopsi ke Bahasa Melayu. Dalam Kamus Indonesia-Karo (2002) yang ditulis Darwin Prinst, kata 'medan' berarti 'menjadi sehat' atau 'lebih baik.'[18]

Hari jadi Kota Medan diperingati tiap tahun sejak tahun 1970 yang pada mulanya ditetapkan pada tanggal 1 April 1909. Tanggal ini kemudian mendapat bantahan yang cukup keras dari kalangan pers dan beberapa ahli sejarah. Karena itu, Wali kota membentuk panitia sejarah hari jadi Kota Medan untuk melakukan penelitian dan penyelidikan. Surat Keputusan Wali kotamadya Kepala Daerah Kotamadya Medan No. 342 tanggal 25 Mei 1971 yang waktu itu dijabat oleh Drs. Sjoerkani membentuk Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Medan. Duduk sebagai Ketua adalah Prof. Mahadi, SH, Sekretaris Syahruddin Siwan, MA, Anggotanya antara lain Ny. Mariam Darus, SH dan T.Luckman, SH. Untuk lebih mengintensifkan kegiatan kepanitiaan ini dikeluarkan lagi Surat Keputusan Wali kotamadya Kepala Daerah Kotamadya Medan No.618 tanggal 28 Oktober 1971 tentang Pembentukan Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan dengan Ketuanya Prof.Mahadi, SH, Sekretaris Syahruddin Siwan, MA dan Anggotanya H. Mohammad Said, Dada Meuraxa, Letkol. Nas Sebayang, Nasir Tim Sutannaga, M.Solly Lubis, SH, Drs. Payung Bangun, MA dan R. Muslim Akbar. DPRD Medan sepenuhnya mendukung kegiatan kepanitiaan ini sehingga merekapun membentuk Pansus dengan ketua M.A. Harahap, beranggotakan antara lain Drs. M.Hasan Ginting, Djanius Djamin, Badar Kamil, BA dan Mas Sutarjo.

Dalam buku The History of Medan tulisan Tengku Luckman Sinar (1991), dituliskan bahwa menurut "Hikayat Aceh", Medan sebagai pelabuhan telah ada pada tahun 1590, dan sempat dihancurkan selama serangan Sultan Aceh Alauddin Saidi Mukammil kepada Raja Haru yang berkuasa di situ. Serangan serupa dilakukan Sultan Iskandar Muda tahun 1613, terhadap Kesultanan Deli. Sejak akhir abad ke-16, nama Haru berubah menjadi Ghuri, dan akhirnya pada awal abad ke-17 menjadi Deli. Pertempuran terus-menerus antara Haru dengan Aceh mengakibatkan penduduk Haru jauh berkurang. Sebagai daerah taklukan, banyak warganya yang dipindahkan ke Aceh untuk dijadikan pekerja kasar.

Selain dengan Aceh, Kerajaan Haru yang makmur ini juga tercatat sering terlibat pertempuran dengan Kerajaan Melayu di Semenanjung Malaka dan juga dengan kerajaan dari Jawa. Serangan dari Pulau Jawa ini antara lain tercatat dalam kitab Pararaton yang dikenal dengan Ekspedisi Pamalayu. Dalam Negarakertagama, Mpu Prapanca juga menuliskan bahwa selain Pane (Panai), Majapahit juga menaklukkan Kampe (Kampai) dan Harw (Haru). Berkurangnya penduduk daerah pantai timur Sumatra akibat berbagai perang ini, lalu diikuti dengan mulai mengalirnya etnis-etnis dari dataran tinggi pedalaman turun ke pesisir pantai timur Sumatra. Etnis Batak Karo bermigrasi ke daerah pantai Langkat, Serdang, dan Deli. Etnis Batak Simalungun ke daerah pantai Batu Bara dan Asahan, serta etnis Batak Mandailing ke daerah pantai Kualuh, Kota Pinang, Panai, dan Bilah di Labuhanbatu.[19]

Dalam Riwayat Hamparan Perak yang dokumen aslinya ditulis dalam huruf Karo pada rangkaian bilah bambu, tercatat Guru Patimpus Sembiring Pelawi, tokoh masyarakat Karo, sebagai orang yang pertama kali membuka "desa" yang diberi nama Medan. Namun, naskah asli Riwayat Hamparan Perak yang tersimpan di rumah Datuk Hamparan Perak terakhir telah hangus terbakar ketika terjadi "kerusuhan sosial", tepatnya tanggal 4 Maret 1946. Patimpus adalah anak Tuan Si Raja Hita, pemimpin Karo yang tinggal di Kampung Pekan (Pakan). Ia menolak menggantikan ayahnya dan lebih tertarik pada ilmu pengetahuan dan mistik, sehingga akhirnya dikenal sebagai Guru Patimpus. Antara tahun 1614-1630 Masehi, ia belajar agama Islam dan di-Islamkan oleh Datuk Kota Bangun, setelah kalah dalam adu kesaktian. Selanjutnya Guru Patimpus menikah dengan adik Tarigan, pemimpin daerah yang sekarang bernama Pulau Brayan dan membuka Desa Medan yang terletak di antara Sungai Babura dan Sungai Deli. Dia pun lalu memimpin desa tersebut.[19]

Guru Patimpus Sembiring Pelawi pada tahun 1590 kemudian dipandang sebagai pembuka sebuah kampung yang bernama Medan Puteri walaupun sangat minim data tentang Guru Patimpus sebagai pendiri Kota Medan. Karenanya hari jadi ditetapkan berdasarkan perkiraan tanggal 1 Juli 1590 dan diusulkan kepada Wali kota Medan untuk dijadikan sebagai hari jadi Medan dalam bentuk perkampungan, yang kemudian dibawa ke Sidang DPRD Tk.II Medan untuk disahkan. Berdasarkan Sidang DPRD tanggal 10 Januari 1973 ditetapkan bahwa usul tersebut dapat disempurnakan. Sesuai dengan sidang DPRD, Wali kotamadya Kepala Daerah Tingkat II Medan mengeluarkan Surat Keputusan No.74 tanggal 14 Februari 1973 agar Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan melanjutkan kegiatannya untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna. Berdasarkan perumusan yang dilakukan oleh Pansus Hari Jadi Kota Medan yang diketuai oleh M.A.Harahap bulan Maret 1975 bahwa tanggal 1 Juli 1590. Secara resmi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tk.II Medan menetapkan tanggal 1 Juli 1590 sebagai Hari Jadi Kota Medan dan mencabut Hari Ulang Tahun Kota Medan yang diperingati tanggal 1 April setiap tahunnya pada waktu sebelumnya.

Di Kota Medan juga menjadi pusat Kesultanan Melayu Deli, yang sebelumnya adalah Kerajaan Haru. Kesultanan Deli adalah sebuah kesultanan Melayu yang didirikan pada tahun 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan di wilayah bernama Tanah Deli (kini Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, Indonesia).

John Anderson, orang Eropa asal Inggris yang mengunjungi Deli pada tahun 1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini berpenduduk 200 orang dan seorang pemimpin bernama Raja Pulau Berayan sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada tahun 1886, Medan secara resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya menjadi ibu kota Keresidenan Sumatra Timur sekaligus ibu kota Kesultanan Deli. Tahun 1909, Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari 12 anggota orang Eropa, dua orang bumiputra Melayu, dan seorang Tionghoa.

Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan orang Minangkabau, Mandailing, dan Aceh. Mereka datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru, dan ulama.

Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal, dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha pada tahun 1974. Dengan demikian dalam tempo 25 tahun setelah penyerahan kedaulatan, kota Medan telah bertambah luas hampir delapan belas kali lipat.

Luas wilayah Kota Medan adalah 265,10 km2.[20] Persentase luasnya sama dengan 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar.[butuh rujukan] Wilayah Kota Medan berada pada 3° 27' – 3° 47' Lintang Utara dan 98° 35'–98° 44' Bujur Timur.[21] Topografi kota Medan cenderung miring ke utara. Ketinggian wilayahnya mulai dari 2,5–37,5 meter di atas permukaan laut.[22]

Secara administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut:

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan sumber daya alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karena secara geografis Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai, dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Di samping itu sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.

Sedikitnya ada sembilan sungai yang melintasi kota ini yakni Sungai Belawan, Sungai Badera, Sungai Sikambing, Sungai Putih, Sungai Babura, Sungai Deli, Sungai Sulang-Saling, Sungai Kera, dan Sungai Tuntungan. Pembenahan atau penataan sungai di Medan telah direncakan, untuk membentuk wisata heritage di kota Medan.[23] Selain itu, untuk mencegah banjir yang terus melanda beberapa wilayah Medan, pemerintah telah membuat sebuah proyek kanal besar yang lebih dikenal dengan nama Medan Kanal Timur.

Berdasarkan klasifikasi iklim Köppen, Medan memiliki iklim hutan hujan tropis dengan musim kemarau yang tidak jelas.[24] Medan memiliki bulan-bulan yang lebih basah dan kering, dengan bulan terkering (Februari) rata-rata mengalami presipitasi sekitar sepertiga dari bulan terbasah (Oktober). Suhu di kota ini rata-rata sekitar 27 derajat Celsius sepanjang tahun. Presipitasi tahunan di Medan sekitar 2200 mm.

Wali Kota Medan adalah pemimpin tertinggi di lingkungan Pemerintah Kota Medan. Wali kota Medan bertanggungjawab kepada Gubernur provinsi Sumatera Utara. Saat ini, wali kota atau kepala daerah yang menjabat di Kota Medan ialah Bobby Nasution, dengan wakil wali kota Aulia Rachman. Mereka menang pada Pemilihan umum Wali Kota Medan 2020. Bobby Nasution merupakan menantu dari presiden Indonesia Joko Widodo, dan ia adalah wali kota Medan ke-18 setelah kemerdekaan.

Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kota Medan dalam tiga periode terakhir.

Kota Medan terdiri dari 21 kecamatan dan 151 kelurahan dengan luas wilayah mencapai 265,00 km² dan jumlah penduduk sekitar 2.478.145 jiwa (2017) dengan kepadatan penduduk 9.352 jiwa/km².[31][32]

Daftar kecamatan dan kelurahan di Kota Medan, adalah sebagai berikut:

Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter.

Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan berjumlah 2.109.339 jiwa.[34] Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan.[34] Bersama kawasan metropolitannya (Kota Binjai dan Kabupaten Deli Serdang) penduduk Medan mencapai 4.144.583 jiwa. Dengan demikian Medan merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar di Sumatra dan keempat di Indonesia.

Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk). Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung mengalami peningkatan, dimana tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah sebesar 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area, dan Medan Timur. Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun.

Kota Medan memiliki beragam etnis atau suku bangsa dengan mayoritas penduduk beretnis Batak, Jawa, Tionghoa, dan Minangkabau. Adapun etnis aslinya adalah Batak Karo bagian Jahe atau pesisir dan Melayu. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja, dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jalan Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India.

Secara persentasi, Kota Medan didominasi oleh suku bangsa Batak, yang meliputi Batak Toba, Batak Angkola, Batak Mandailing, Batak Karo, Batak Simalungun, dan Batak Pakpak. Penduduk kota Medan berdasarkan suku bangsa tahun 2000 yakni Batak sebanyak 33,70% (Batak Toba 19,21%; Batak Angkola dan Batak Mandailing 9,36%; Batak Karo 4,10%; Batak Simalungun 0,69%; Batak Pakpak 0,34%). Kemudian suku Jawa sebanyak 33,03%, diikuti Tionghoa sebanyak 10,65%, kemudian Minangkabau sebanyak 8,60%, Melayu 6,59%, Aceh 2,78%, Nias sebanyak 0,69%, dan suku lainnya 3,96%.[36]

Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni oleh 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang keturunan Eropa, 35.009 orang Indonesia, 8.269 keturunan Tionghoa, dan 139 berasal dari ras Timur lainnya.

Angka Harapan Hidup penduduk kota Medan pada tahun 2007 adalah 71,4 tahun, sedangkan jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 adalah 148.100 jiwa.

Selain multi etnis, Kota Medan juga dikenal dengan kota yang beragam agama. Meskipun demikian, warga kota Medan tetap menjaga perdamaian dan kerukunan meskipun berbeda keyakinan. Berdasarkan data sensus Kota Medan tahun 2018 menunjukan bahwa mayoritas penduduk menganut agama Islam 65,78%, kemudian Kristen Protestan 20,15%, Buddha 8,65%, Katolik 4,63%, Hindu 0,79% dan Konghucu kurang dari 0,01%.[6][37]

Sumatera utara dikenal dengan kuliner khas IndiaIndia yang beragam, mencerminkan pengaruh komunitas India yang kuat di beberapa kotanya terutama di Medan dan Pematangsiantar. Beberapa makanan populer antara lain roti canai yang disajikan dengan kari kambing atau ayam yang kaya rempah, serta nasi briyani yang harum dengan daging berbumbu. [38][39] .Martabak India dengan isian daging cincang berbumbu dan dosa, sejenis pancake tipis yang disajikan dengan chutney dan sambar, juga menjadi favorit. Untuk hidangan penutup, ada gulab jamun, bola-bola susu goreng yang direndam dalam sirup manis. Minuman khas seperti teh masala, yang dibuat dengan jahe, kayu manis, dan kapulaga, menambah pengalaman kuliner yang autentik. Restoran terkenal seperti Restoran Madras, Restoran Cahaya Baru, dan Mamak Restaurant adalah tempat yang sering dikunjungi untuk menikmati cita rasa khas India di Medan.

Masyarakat Batak, umumnya Batak Toba, Simalungun, Pakpak Dairi, dan Karo, kemudian Nias,, memiliki beragam makanan khas berbahan daging babi. Olahan daging babi yang lebih dikenal yakni Saksang dan Tanggo-tanggo, yang saat ini juga banyak ditemui di provinsi lain di Indonesia.Selain itu, beberapa makanan yang dikenal berasal dari Sumatera Utara yakni Bika Ambon dari Kota Medan, kemudian Ikan Mas Arsik, Mie Gomak, Lontong Medan, Lemang, Lapet, Naniura, Ombus-ombus, manuk napinadar, dan lainnya.

Sebagai kota terbesar di Pulau Sumatra dan di Selat Malaka, penduduk Medan banyak yang berprofesi di bidang perdagangan. Biasanya pengusaha Medan banyak yang menjadi pedagang komoditas perkebunan. Setelah kemerdekaan, sektor perdagangan secara konsisten didominasi oleh etnis Tionghoa dan Minangkabau. Bidang pemerintahan dan politik, dikuasai oleh orang-orang Melayu dan Batak Mandailing. Sedangkan profesi yang memerlukan keahlian dan pendidikan tinggi, seperti pengacara, dokter, notaris, dan wartawan, mayoritas digeluti oleh orang Minangkabau.[40]

Perluasan Kota Medan telah mendorong perubahan pola pemukiman kelompok-kelompok etnis. Etnis Melayu yang merupakan penduduk asli kota, banyak yang tinggal di pinggiran kota seperti Belawan, Denai, dan Marelan. Etnis Tionghoa dan Minangkabau yang sebagian besar hidup di bidang perdagangan, 75% dari mereka tinggal di sekitar pusat-pusat perbelanjaan. Pemukiman orang Tionghoa dan Minangkabau sejalan dengan arah pemekaran dan perluasan fasilitas pusat perbelanjaan. Orang Mandailing juga memilih tinggal di pinggiran kota yang lebih nyaman, oleh karena itu terdapat kecenderungan di kalangan masyarakat Mandailing untuk menjual rumah dan tanah mereka di tengah kota, seperti di Kampung Masjid, Kota Maksum, dan Sungai Mati. Sedangkan pemukiman orang Karo dan Batak kebanyakan berada di bagian selatan kota, seperti Simalingkar atau Padang Bulan. Hal tersebut dikarenakan jarak antara kota Medan wilayah selatan lebih dekat dengan kampung halaman mereka dibandingkan pusat kota maupun wilayah pesisir, khususnya orang Karo yang berdomisili di sekitar Sibolangit, Berastagi, dan Kabanjahe, dimana hanya tinggal mengikuti lintas Jalan Raya Jamin Ginting terus ke arah selatan untuk menuju kesana.[40]

Ada banyak bangunan-bangunan tua di Medan yang masih menyisakan arsitektur khas Belanda. Contohnya: Gedung Balai Kota lama, Kantor Pos Medan, Menara Air Tirtanadi (yang merupakan ikon kota Medan), Titi Gantung–sebuah jembatan di atas rel kereta api, Kantor Pos, Bank Indonesia, Gedung London Sumatra dan Bangunan tua di daerah Kesawan.

Selain itu, masih ada beberapa bangunan bersejarah, antara lain Istana Maimun, Masjid Raya Medan, Masjid Raya Al Osmani dan juga rumah Tjong A Fie di kawasan Jalan Jend. Ahmad Yani (Kesawan).

Daerah Kesawan masih menyisakan bangunan-bangunan tua, seperti bangunan PT London Sumatra, dan ruko-ruko tua seperti yang bisa ditemukan di Penang, Malaysia dan Singapura. Ruko-ruko ini, kini telah disulap menjadi sebuah pusat jajanan makan yang ramai pada malam harinya. Saat ini Pemerintah Kota merencanakan Medan sebagai Kota Pusat Perbelanjaan dan Makanan. Diharapkan dengan adanya program ini menambah arus kunjungan dan lama tinggal wisatawan ke kota ini.

beberapa bangunan tua yang masih berfungsi di kota Medan;

Keunikan Medan terletak pada becak bermotornya (becak mesin/ becak motor) yang dapat ditemukan hampir di seluruh Medan. Berbeda dengan becak biasa (becak dayung), becak motor dapat membawa penumpangnya ke mana pun di dalam kota. Selain becak, dalam kota juga tersedia angkutan umum berbentuk minibus (angkot/oplet) dan taksi. Pengemudi becak berada di samping becak, bukan di belakang becak seperti halnya di Jawa, yang memudahkan becak Medan untuk melalui jalan yang berliku-liku dan memungkinkan untuk diproduksi dengan harga yang minimal, karena hanya diperlukan sedikit modifikasi saja agar sepeda atau sepeda motor biasa dapat digunakan sebagai penggerak becak. Desain ini mengambil desain dari sepeda motor gandengan perang Jerman di Perang Dunia II.

Sebutan paling khas untuk angkutan umum adalah Sudako. Sudako pada awalnya menggunakan minibus Daihatsu S38 dengan mesin 2 tak kapasitas 500cc. Bentuknya merupakan modifikasi dari mobil pick up. Pada bagian belakangnya diletakkan dua buah kursi panjang sehingga penumpang duduk saling berhadapan dan sangat dekat sehingga bersinggungan lutut dengan penumpang di depannya.

Trayek pertama kali sudako adalah "Lin 01", (Lin sama dengan trayek) yang menghubungkan antara daerah Pasar Merah (Jalan HM. Joni), Jalan Amaliun dan terminal Sambu, yang merupakan terminal pusat pertama angkutan penumpang ukuran kecil dan sedang. Saat ini "Daihatsu S38 500 cc" sudah tidak digunakan lagi karena faktor usia, dan berganti dengan mobil-mobil baru seperti Toyota Kijang, Isuzu Panther, Daihatsu Zebra, dan Daihatsu Espass.

Selain itu, masih ada lagi angkutan lainnya yaitu bemo, yang berasal dari India. Beroda tiga dan cukup kuat menanjak dengan membawa 11 penumpang. Bemo kemudian digantikan oleh bajaj yang juga berasal dari India, yang di Medan dikenal dengan nama "toyoko".

Jaringan transportasi Kereta api di Kota Medan menghubungkan Medan dengan Binjai–Stabat–Tanjung Pura di sebelah barat, Belawan di sebelah utara, dan Tebing Tinggi–Siantar dan Tebing Tinggi–Kisaran-Tanjungbalai-Rantau Prapat di sebelah timur. Berikut daftar nama kereta api :

Jaringan transportasi Jalan Tol Tol Belmera menghubungkan Medan dengan Belawan dan Tanjung Morawa. Jalan Tol Medan—Kuala Namu—Tebing Tinggi dan Medan—Binjai juga sudah selesai pembangunannya dan sudah beroperasi.

Pada akhir tahun 2015, sistem Bus Rapid Transit Trans Mebidang telah beroperasi di Kota Medan, Kota Binjai, dan Kabupaten Deli Serdang.

Pada November dalam tahun yang sama, transportasi dalam jaringan berbasis aplikasi mulai masuk dan beroperasi di Kota Medan, yang diawali dengan ojek sepeda motor, dan diikuti kendaraan roda empat. Hal ini sempat mendapat berbagai protes dan pertentangan dari sejumlah pihak, termasuk pelaku moda transportasi angkutan kota (angkot) yang telah ada sebelumnya. Namun seiring berjalannya waktu serta kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat maka transportasi ini menjadi salah satu pilihan alternatif yang paling diminati.

Kehadiran TEMAN BUS di Kota Medan menjadi layanan yang kelima dalam program Buy The Service (BTS) yang digagas oleh Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. Operator yang menjalankan operasional layanan TEMAN BUS di Kota Medan adalah PT Medan Bus Transport (Trans Metro Deli).[42]

Angkutan Bus Rapid Transit (BRT) ini menjadi penunjang mobilisasi masyarakat Kota Medan yang mencakup hingga ke wilayah Distrik Belawan, Terminal Pinang Baris, Lapangan Merdeka, Terminal Amplas dan Tembung.

TEMAN BUS Medan sebanyak 72 unit dengan rute layanan di 5 Koridor, yaitu:[42]

Terminal bus yang melayani warga Medan:

Pelabuhan Belawan terletak di bagian utara Kota Medan. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan Indonesia tersibuk di luar Pulau Jawa.

Bandar Udara Internasional Kualanamu yang berada di Desa Beringin, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang yang menghubungkan Medan dan sekitarnya dengan kota-kota seperti Bandung, Palembang, Jakarta, Surabaya serta Kuala Lumpur, dan Georgetown di Malaysia dan Singapura.

Beberapa klub olahraga yang terdapat di Medan antara lain klub sepak bola: PSMS Medan, Medan Jaya, Medan Chiefs, Bintang PSMS Medan dan Medan United; dan klub basket: Angsapura Sania. Gelanggang olahraga yang terdapat di Medan antara lain Stadion Teladan, Stadion Kebun Bunga, dan GOR Angsapura. Sedangkan lapangan untuk berolahraga adalah Lapangan Merdeka, Lapangan Persit Chandra Kirana (Jalan Gaperta), dan Lapangan Benteng.